Page 84 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 84

Artinya:  “orang-orang  yang  meninggal  dunia  di  antaramu  dengan

                       meninggalkan  isteri-isteri  (hendaklah  Para  isteri  itu)  menangguhkan  dirinya
                       (ber'iddah)  empat  bulan  sepuluh  hari.  kemudian  apabila  telah  habis  'iddahnya,

                       Maka  tiada  dosa  bagimu  (para  wali)  membiarkan  mereka  berbuat  terhadap  diri
                       mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

                              Ayat  ini  memberikan  petunjuk  bahwa  setiap  wanita  yang  ditinggalkan
                       suaminya meninggal ‘iddahnya empat bulan sepuluh hari, baik wanita itu hamil atau

                       tidak hamil. Namun kalau dilihat dalam firman Allah pada surat at-Thalaq: 4





                                                                                                       َّ
                                        َّ
                                                                                         ْ
                                                َ ُ َ
                                    َ
                                                                            ّ
                         َََنْضحَي َملَىـلٱوَ ٍ رُهْشأَةَثلَثََّنُهُتَّدِعَفَمُتْبَت ْ رٱَنإَمُكِئ اَسِنَنِمَ ِ ضي ِ حملٱََنِمََنْسِئَيَىـلٱو
                          ۚ
                                   ْ ِ
                                                                    ِ ِ ْ
                                                             ْ
                                                                                                      ِ َ
                                       ِ َ
                                                                                        َ



                                                                                  َ
                                       َ
                                                                                                      َ ُ
                                                                                                َ ْ
                                                                     َ
                                                     َّ
                            ٤ َ َ.  ا ً رْسُيَۦ ِهرْمأَ ْ نِمَۥهل َّ  َ لعْجَيََلِلٱَقَّتَيَنموَََّۚنُهلْمَحََنْعَضَيَنأََّنُهل َج َ ُ  َ أَ ِلامْحلْٱَُتل ۟ وأو
                                            ُ
                                                                                                         َ
                                                                                             َ
                                                              َ َ
                                                َ
                                    ِ
                                                        ِ
                              Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
                       ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa
                       kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”
                              Ayat  ini  memberi  petunjuk  setiap  perempuan  yang  hamil  yang  suaminya
                       meniggal  atau  diceraikan  suaminya  sedangkan  mereka  dalam  kedaan  hamil  maka
                       ‘iddahnya sampai melahirkan anaknya (Syafi’I Karim, 2001: 244-245).
                    2.  Pertentangan Antara Sunnah Dengan Sunnah
                              Hadist  riwayat  Bukhari-Muslim  dari  Aisyah  dan  Ummi  Salamah
                       menyatakan bahwa Nabi SAW:  masuk waktu subuh dalam keadaan  junub karena
                       jimak sedangkan beliau menjalankan puasa. Kemudian hadist riwayat Ahmad dan
                       Ibnu  Hibban  dinyatakan  bahwa  Nabi  SAW.  Melarang  berpuasa  bagi  orang  yang
                       junub setelah subuh tiba.
                    3.  Pertentangan Sunnah Dengan Qiyas
                              Misalnya  hadist  yang  menyatakan  ketidakbolehan  jual  beli  unta  atau
                       kambing  perah  atau  diikat  putingnya  agar  kelihatan  besar,  sedang  jika  dibeli  dan
                       diperah air susunya terbukti sedikit (adanya penipuan), (HR. Bukhari-Muslim dari
                       Abu Hurairah). Semua hadits  itu  dua alternative, yaitu boleh diteruskan akadnya
                       dengan mengganti kurma satu sha’ itu lebih tepat diartikan dengan penggantian air
                       susu perahannya yang masih ada, atau mengganti harga air susu yang diperah.

                              Sedangkan  contoh  ta’arudh  antara  qiyas  dengan  sunnah  adalah  bahwa
                       aqiqah anak laki-laki lebih besar dari pada aqiqah anak wanita, namun dalam hadist

                       dinyatakan  2  kambing  untuk  laki-laki  dan  1  kambing  untuk  wanita.  Jika

                       dianalogikan (qiyas) maka dua kambing sama dengan satu sapi.


                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 75
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89