Page 81 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 81
Qur’an dengan hadis Ahad (hadis yang diriwayatkan oleh satu,dua atau tiga orang atau
lebih yang tidak sampai tingkat mutawatir) maka dalil yang diambil adalah Al-Qur’an
karena dari segi periwayatannya ayat-ayat Al-Qur’an bersifat Qath’i, sedangkan hadis
Ahad bersifat dhanni.
B. Terjadinya Ta’arrudl Al-‘Adillah
Pengertian perbenturan dalil itu mencakup dalil naqlî (dalil yang ditetapkan
secara tekstual dalam Al-Qur’an atau Hadis Nabi) dan dalil ‘aqlî (dalil yang ditetapkan
berdasarkan akal, seperti (qiyâs). Juga mencakup dalil qath‘i (dalil yang kekuatannya
dalam menetapkan hukum, meyakinkan) dan dalil zhannî (dalil yang kekuatannya dalam
menetapkan hukum tidak meyakinkan).
Para ulama berbeda pendapat mengenai bentuk dalil apa saja yang mungkin
kontradiktif (Taʻâruḍ al-adillah). Taʻâruḍ al-adillah itu terjadi pada duaatau lebih dalil
hukum Islam. Ada tiga tempatyang dimungkinkan terjadinya ta‘âruḍ aladillah, yaitu:
1. Terjadinya kontradiksi antara dalil qaṭh‘î dengandalil zannî.
Tempat Ta‘âruḍ al-adillahyang pertama ini memang masih
menjadiperdebatan di kalangan ulama usul fikih.Mayoritas ulama usul fikih
berpendapatbahwa tidak boleh mempertentangkan dalilqaṭ‘î dengan dalil zannî.
Menurut ulamaini, selamanya dalil qaṭ‘î itu harus lebihdiutamakan dari dalil zannî.
Sebab, dalilqaṭ‘î itu sifatnya pasti sedangkan zannîmasih bersifat bisa berubah. Di
antara ulamausul fikih yang berpendapat bahwa dalilqaṭ‘î harus didahulukan dari
dalil zannîadalah al-Asnawî. Menurut beliau, tidakboleh memperhadapkan dalil
qaṭ‘î dengandalil zannî, sebab dalil qaṭ‘î selamanya harusdidahulukan dari dalil
zannî.
Ibn al-Ḥâjib dalam salah satu bukunya:Mukhtaṣar, menyatakan bahwa tidak
adapertentangan antara dalil qaṭ‘î dengan dalilzannî, sebab dalil zanni akan gugur
dengansendirinya jika ada dalil qaṭ‘î. Menurut asy-Syaukânî,pertentangan tidak akan
terjadi,bila salah satu dalil bersifat qaṭ‘î dan dalillainnya bersifat zannî karena dalil
zannîakan dengan sendirinya menjadi gugur biladihadapkan pada dalil qaṭ‘î.
Pandangan yangsama juga dikemukan oleh al-Âmidî dalamkaryanya al-Iḥkâm.
Menurutnya, tidak adapertentangan antara dalil qaṭ‘î dengan dalilzannî, oleh karena
itu, tidak boleh dilakukantarjîḥ antara keduanya. Sebab, kata alÂmidî,tarjîḥ itu dapat
dilakukan pada duadalil yang bertentangan tetapi tidak padadalil qaṭ‘î dengan dalil
zannî karena tidakmungkin dalil qaṭ‘î dengan dalil yang sahih.
USHUL FIKIH - KELAS XII 72