Page 85 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 85

4.  Pertentangan Antara Qiyas Dengan Qiyas

                              Misalnya perkawinan Nabi SAW. Pada Aisyah ketika ia berusia 6 tahun dan
                       mengumpulinya usia 9 tahun (HR. Muslim dari Aisyah). Bagi Hanafiyah hadist itu

                       memperbolehkan  bagi  orang  tua  hak  untuk  memilihkan  pasangan  (ijbar).  Sedang
                       bagi Syafi’iah menganggap karena kegadisannya, jadi kalau ia telah janda sekalipun

                       masih belum dewasa orang tua tak mempunyai hak memilihkan pasangan (ijbar).


               D.  Metode Menyikapi Ta’arudlil Adillah

                          Dua dalil yang bertentangan dimungkinkan ada 4 keadaan;
                    4.  Keduanya bermuatan makna ‘am

                    5.  Keduanya bermuatan makna hash

                    6.  Salah satu bermuatan khas, dan yang lain bermuatan ‘am.
                    7.  Masing-masing dari dua dalil bermuatan ‘am dari satu sisi, dan sekaligus bermuatan

                       khash dari sisi lain.
                          Jika  keduanya  bermuatan  makna  ‘am,  maka  yang  harus  dilakukan  secara

                   berurutan  adalah;  1)  Mengkkompromikan  kedua  dalil  (al-jam’u)  jika  memungkinkan,
                   dengan cara menerapkan masing-masing dalil pada kondisi/ keadaan yang berbeda; 2)

                   Jika upaya  jam’u tidak  memungkinkan, maka dilihatlah kronologi waktu dari  masing-

                   masing dalail. Jika salah satu dalail datangnya lebih akhhir dari yanag lain, maka dalal
                   yang daatangnya akhir menasakh dalil yang pertama; 3) Jika kronologi waktunya tidak

                   diketahui, maka penerapannya ditangguhkan (tawaqquf) hingga tampak murajjih ( hal-
                   hal yang mengunggulkan) pada salahsatu dalail.

                          Contoh  upaya  penyelesainnya  dengan  cara    jam’u  (عمج لا),  adalah  dua  hadits

                   yang  kandungan  maknanya  bertentangan,  salah  satunya  menjelaskan  bahwa

                   “sebaik­baik saksi adalah orang yang bersaksi sebelum diminta kesaksiannya”. Hadits

                   lainnya  menjelaskan  sebaliknya  “seburuk­buruk  saksi  adalah  orang  yangbersaksi
                   sebelum diminta kesaksiannya”. Kedua hadits tersebut bersifat ‘am, sama-sama umum

                   dalam segala bentuk kesaaksian sebelum diminta. Akan tetapi salah satunya dihukumi
                   baik dan yang lainya dinilai buruk.

                          Maka  dilakukan  kompromi  dengan  cara  menerapkannya  dalam  keadaan  yang

                   berbeda. Hadits pertama diterapkan pada kasus di mana pihak yang diuntungkan dengan
                   adanya kesaksian belum mengetahui adanya saksi yang menguntungkan dirinya. Dengan

                   demikian,  dia  segera  mendapatkan  kembali  haknya  dengan  adanya  inisiatif  kesaksian



                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 76
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90