Page 90 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 90

yang kematian suami adalah selama empat bulan sepuluh hari. Dengan sendirinya,

                       menurut pandangan mereka, dua dalil tersebut berbenturan.
                    2.  Ulama  lainnya  berpendapat bahwa dua dalil dalam dua ayat itu tidak berbenturan

                       karena keduanya mengatur hukum atas dua hal yang berbeda, yaitu: dalil yang satu
                       (ayat 240)mene rangkan kebolehan istri yang dicerai mati untuk mendiami rumah

                       suaminya  selama  satu  tahun;  sedangkan  dalil  yang  satu  lagi  (ayat  menyatakan
                       ketidakbolehan istri yang kematian suami untuk kawin lagi dalam masa empat bulan

                       sepuluh hari. Bila dalil qath‘î bertentangan dengan dalil zhannî, maka kedua dalil itu

                       tidak disebut berbenturan, karena dalil  qath‘î  harus didahulukan atas dalil  zhannî,
                       sehingga dalil zhannî dapat dianggap tidak ada lagi.

                    3.  Sebagian ulama  lainnya  membatasi tidak berbenturannya dalil  qath‘î  dengan dalil

                       zhannî  itu adalah bila keduanya sama-sama dalil  naqlî. Dalam hal ini, dalil qath‘î
                       yang naqlî diutamakan atas dalil zhannî yang naqlî.

                    4.  Ulama lainnya, seperti Ibnu al-Hajib, mengatakan tidak mungkin terjadi perbenturan
                       antara dalil qath‘î dengan dalil zhannî, karena jika hal itu terjadi, maka yang zhannî

                       dengan  sendirinyadianggap  tidak  ada  lagi.  Hal  ini  berlaku  juga  pada  dalil  yang
                       bukan  naqlî.  UmpamanyaadapendapatbahwasiAsedangberadadirumahnya  karena

                       ada petunjuk, yaitu mobilnya ada di garasi.Dalamwaktu yang sama si A disaksikan

                       berada  di  luar  rumah.Keberadaansi  A  dalam  rumahnya  didasarkan  pada  petunjuk
                       yang  zhannî,  sedangkan  keberadaannya  di  luar  rumah  berdasar-  kan  pada  dalil

                       qath‘î.  Dalam  hal  ini,  maka  pendapat  bahwa  si  A  ada  di  dalam  rumahnya  tidak
                       dipandang  lagi,  karena  pendapat  itu  lemah.  Dengan  demikian,  maka  dua  dalil

                       (petunjuk) itu tidak dianggap berbenturan. Lain halnya kalau keduanya adalah dalil
                       naqlî, karena meskipun yang dipan dang adalah dalil qath‘î, tetapi dalil yang zhannî

                       masih tetap diakui keberadaannya, namun tidak dipandang lagi karena ada dalil lain

                       yang lebih kuat.














                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 81
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95