Page 128 - FIKIH_MA_KELAS X_KSKK_2020
P. 128

Ḥarīm secara istilah adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk kesempurnaan sesuatu

                           yang  lain  seperti  halaman  rumah.  Jika  lahan  mati  merupakan  ḥarīm  dari  lahan
                           hidup maka tidak bisa dimiliki dengan cara iḥyā’ul mawāt.

                       3)  Berada  di  daerah  Islam.  Jika  lahan  mati  berada  di  daerah  non  Islam,  boleh
                           dikelola jika tidak ada larangan dari masyarakat setempat. Jika ada larangan maka

                           tidak  boleh.  Ini  adalah  pendapat  mażhab  Syafi’i.  Sedangkan  mażhab  selain
                           Syafi’i  tidak  membedakan  lahan  mati  yang  berada  di  daerah  Islam  atau  non

                           Islam.

                                  Lahan  mati  yang  pernah  dimiliki  oleh  seseorang  di  era  islamiyyah  dan
                           pemiliknya meninggal tidak bisa dimiliki dengan proses iḥyā’ul mawāt dan tidak

                           berstatus lahan mati lagi, akan tetapi kepemilikan lahan tersebut berpindah pada

                           ahli waris. Jika ahli waris tidak ditemukan atau tidak diketahui maka termasuk
                           māl  ḍā’i’  yang  harus  dijaga  jika  ada  harapan  untuk  mengetahui  pemiliknya  di

                           kemudian  hari,  jika  tidak  ada  harapan  untuk  mengetahui  pemiliknya  maka
                           diserahkan kepada kebijakan imam sebagai aset negara.


                   c.  Iḥyā’

                             Yaitu  proses  pengolahan  lahan  mati  yang  secara  hukum  berkonsekuensi

                       menjadi  milik  pengolah.  Batas  pengolahan  lahan  mati  adalah  sesuai  dengan  tujuan
                       yang diinginkan pengolah. Jika yang diinginkan adalah merubah lahan mati menjadi

                       rumah, maka yang harus dilakukan pengolah untuk berstatus sebagai pemilik lahan
                       tersebut  adalah  membuat  pagar,  memasang  pintu,  memasang  atap  atau  yang  lain

                       sekiranya sudah tidak layak dikatakan sebagai lahan mati lagi. Jika yang diinginkan
                       adalah merubah lahan mati menjadi perkebunan maka yang harus dilakukan adalah

                       memasang  pagar,  irigasi,  menanam  pohon  dan  yang  lain  sekiranya  sudah  layak

                       dinamakan perkebunan.
                             Meletakkan  batu  di  sekitar  lahan  mati  tidak  bisa  mewakili  proses  iḥyā’ul

                       mawāt.  Tapi  hanya  sekadar  pemberian  batas  (taḥajjur)  yang  tidak  berkonsekuensi

                       kepemilikan. Taḥajjur ada dua praktik:
                       1)  Sudah memulai proses iḥyā’ul mawāt tapi tidak diselesaikan.

                       2)  Meletakkan sebuah tanda seperti batu disekitar lahan mati.
                           Lahan  yang  sudah  diklaim  pemerintah  baik  secara  keseluruhan  atau  sebagian

                       tidak bisa dimiliki dengan cara iḥyā’ul mawāt tanpa ada izin dari pemerintah.



               116   BUKU FIKIH X MA
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133