Page 129 - FIKIH_MA_KELAS X_KSKK_2020
P. 129
Lahan yang tidak diketahui apakah pernah dimiliki di era islamiyah atau di era
jahiliyah ada dua pendapat:
1) Menurut Imam Romli; tidak bisa dimiliki dengan proses iḥyā’ul mawāt.
2) Menurut Imam Ibn Hajar; bisa dimiliki sebagaimana lahan mati.
Apakah proses iḥyā’ul mawāt harus ada izin dari imam? Dalam hal ini ada dua
pendapat:
1) Menurut Imam Abu Hanifah dan mażhab Maliki; harus ada izin dari imam.
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:
ا
ْ
َ
ْ َ
ْ َ
َ ْ
َ
َ ُ
ْ َ
َ )يناربطلاَهاور(َهمامإَسفنَهبَتباطَامَلَّإَ ِ ءرمللَسيل َ
ِ
ِ ِ
ِ ِ ِ
ِ
“Tidak ada bagi seseorang kecuali apa yang direlakan oleh imamnya”. (HR.
Ṭabrani)
Jika imam tidak memberi izin maka tidak ada kerelaan dari imam yang
berkonsekuensi lahan mati tidak bisa dimiliki.
2) Menurut mażhab Syafi’i dan mażhab Hambali; tidak harus ada izin dari imam.
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:
َ
َ
َ
َ
َ
َ ا َ َ ا
ْ َ ْ ْ َ
ْ
ُ ْ َ
ٌّ َ
ْ
َ
َ
َ )يراخبلاَهاور( َ َ قحَملاظَقرعلَسيلو َ َ هلَيهفَةتيمَاضرأَايحأَنم
ٍ ِ
ٍ ِ ِ
ِ
“Barang siapa membuka lahan mati, maka menjadi miliknya,dan akar yang
zalim (keluar pagar) tidak memiliki hak”. (HR. Bukhari)
Hadis ini menetapkan kepemilikan kepada muḥyī tanpa persyaratan izin dari
imam dan karena iḥyā’ul mawāt adalah perkara yang legal secara hukum
sehingga lahan mati boleh dimiliki oleh seseorang tanpa ada izin dari imam
sebagaimana seseorang boleh memiliki hewan buruan tanpa izin imam.
Menurut mażhab Maliki proses iḥyā’ul mawāt bisa dilakukan dengan salah
satu dari tujuh hal:
1) Membuat sumber air, jika penyebab lahan mati karena tidak ada air.
2) Membuang air, jika penyebab lahan mati karena tergenang air.
3) Membuat bangunan.
4) Menanam pohon.
5) Bercocok tanam.
6) Menebang pohon.
7) Meratakan lahan dengan cara menghancurkan batu-batu yang besar.
FIKIH X 117