Page 22 - Aku Anak Kajang
P. 22

Aku mengerutkan kening  karena tak mampu

          mengerti kalimat Kak  Aldino.  Dia  berhenti  bicara,
          keningnya juga berkerut, sepertinya dia mencari kalimat
          yang tepat agar aku mudah memahami penjelasannya.


               “Lupakan soal internet itu, mari kita jalan-jalan!”
          ucapku saat mendapati dia kelihatan seperti orang yang

          kebingungan.


               Kami kemudian berjalan melintasi perkampungan.
          Ayam dan anjing  berkeliaran,  burung-burung berkicau

          dan beterbangan, beberapa warga menyapa, dan Kak
          Aldino balas menyapa dan tersenyum pada orang-orang
          yang kami temui sepanjang perjalanan. Pagi seperti ini,

          para lelaki yang kami temui di perjalanan sedang bergegas
          ke sawah atau kebunnya.


                 “Makkaraja,  tadi ayahmu berpesan  sebelum
          menemaniku jalan-jalan, jangan sampai melewati batas.

          Batas yang dimaksud itu batas kampung ya? Kita nggak
          boleh keluar  kampung?” ucap Kak Aldino sambil terus
          berjalan  dengan  mata yang  liar  mencermati  sekeliling.

          Dia sangat takjub dengan apa yang dilihatnya sepanjang
          perjalanan.


               “Bukan larangan kampung, tetapi  larangan adat.
          Bukan  hanya tamu, kami pun  tidak bisa sembarang

          masuk ke wilayah terlarang yang telah ditentukan. ”


          14
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27