Page 47 - Aku Anak Kajang
P. 47

TUNU PANROLI



                       Kami duduk di ruang tengah diterangi pelita

            berbahan bakar minyak tanah. Tak ada listrik di kampung
            kami karena adat  yang mengharuskan kami bertahan

            dalam kesederhanaan tanpa bergantung pada teknologi.
            Ayah, ibu, dan kakakku sudah beranjak tidur. Jika tak

            ada Kak Aldino, aku pun sudah memilih mematikan
            pelita, lalu tidur.


                     Sesuai janjiku,  malam  ini aku harus menemani

            Aldino begadang dan bercerita tentang Kajang. Ibu sudah
            membuatkan kami kopi tubruk. Dipetik ayah dari kebun,

            lalu disangrai oleh  ibu,  dan ditumbuk hingga menjadi
            kopi bubuk.  Kak  Aldino langsung  mengangkat jempol

            saat meminum kopi buatan ibu sambil menghirup aroma
            kopinya.


                     Jangrik dan berbagai  rayap malam  bergantian
            memperdengarkan suaranya. Pengakuan Kak Aldino, di

            kotanya  dia tak pernah lagi mendengar suara-suara
            seperti itu di malam hari. Kotanya ramai dengan suara

            kendaraan dan suara musik. Di Kajang, tak ada kendaraan
            yang melintas. Kendaraan satu-satunya hanyalah dengan

            berkuda.






                                                                          39
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52