Page 19 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 19
5
Sebagai upaya yang terorganisir, literasi lebih identik
sebagai program yang top-down. Tampaknya ini menjelaskan
mengapa tingkat minat baca di berbagai belahan dunia tidak
otomatis mengikuti tingkat kemelekaksaraan. Meskipun
tingkat minat baca di Indonesia masih rendah, tingkat melek
aksara di Indonesia sudah amat tinggi. Data Bank Dunia tahun
2007 menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang Indonesia
telah melek aksara. Artinya, sebagian besar masyarakat
ROSDA
Indonesia dapat membaca dan menulis. Namun, apakah
angka ini menjamin bahwa minat membaca telah tumbuh
dan membentuk budaya cinta pengetahuan? Pengalaman
banyak negara di dunia Barat membuktikan bahwa minat
membaca tumbuh mengikuti reformasi kegiatan membaca.
Apabila materi bacaan ditulis dengan menyenangkan dan
mengeksplorasi imajinasi melalui kisah-kisah fiksi, bahan
bacaan yang berkualitas, dan kegiatan membaca yang tidak
dievaluasi, maka minat membaca otomatis akan tumbuh.
Kita tak dapat mengabaikan fakta bahwa tingkat melek
aksara menjadi salah satu indikator kesuksesan pembangunan
sebuah bangsa. Pada tahun 2014, pemerintah Indonesia
mengklaim telah mengentaskan sekitar 150.000 penyandang
tuna aksara (laman Kemendikbud, 2015). Angka ini
menyisakan 3,76 % dari jumlah penduduk, atau sekitar 6 juta
orang. Keaksaraan dianggap mampu meningkatkan kapasitas
warga negara. Program kemelekaksaraan dianggap mampu
meningkatkan kemampuan kognitif, meningkatkan taraf hidup,
dan menjadikan seseorang lebih berdaya.
Brian Street (1995) mengkritisi program kemelekaksaraan
dalam bingkai relasi kekuasaan. Program literasi—yang
awalnya sering dimaknai sebagai upaya untuk menjadikan