Page 20 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 20
6
seseorang dapat membaca alfabet, atau aksara yang digunakan
secara dominan dalam sebuah negara—dianggapnya bukan
sarana pencipta kemajuan yang tulus, dan karenanya, tidak
bersifat otonom. Program ini adalah alat untuk mendefinisikan
kemajuan dalam perspektif ideologis bangsa, atau kelompok
masyarakat yang dominan. Mereka yang tidak dapat membaca
aksara kelompok ini akan mendapatkan label ‘tuna,’ dan
dengan demikian, terbelakang dan harus ‘dientaskan.’
ROSDA
Perspektif ini tentu menafikan kearifan lokal kelompok yang
membaca aksara yang berbeda dan memiliki alur pemikiran,
proses kognitif, dan cara yang berbeda dalam memahami
sesuatu. Karenanya, Street menegaskan bahwa upaya
pemberantasan buta huruf adalah upaya ideologis yang tidak
bisa dipisahkan dari hegemoni kekuasaan melalui aksara.
Kajian ideologis terhadap kegiatan literasi umumnya
mendiskusikan dua model yang bertentangan, yakni model
otonomi dan ideologis. Model pertama, yakni model otonomi,
sering digunakan untuk mengacu pada ‘tesis literasi’ yang
dikemukakan Jack Goody (1972), di mana literasi dianggap
sebagai variabel independen yang memberikan pengaruh
terhadap kapasitas kognitif dan sosial seseorang. Model
otonomi memandang membaca dan menulis sebagai proses
netral, bebas konteks, dengan motivasi utama untuk mencapai
status ‘melek literasi’ di masyarakat. Status ini mendorong
perlunya literasi diajarkan sebagai rangkaian keterampilan
untuk menyusun dan membedah teks (terutama cetak). Model
otonomi banyak diusung di bidang-bidang pendidikan dan
psikologi, yang cenderung melihat literasi sebagai proses