Page 207 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 207
193
praktik pembelajaran. Melembagakan apa yang disebut budaya
intelektual—atau budaya kaum terpelajar (Levinson & Holland,
1996)—sekolah mereproduksi hegemoni budaya melalui
kurikulum dan metode pembelajaran yang dilegitimasi oleh
negara.
Budaya sekolah sering diposisikan secara diametral
dengan budaya kemiskinan. Mereka yang termarginalkan
secara ekonomi dan sosial sering dianggap tidak memiliki
ROSDA
motivasi untuk keluar dari kemiskinan, tidak berdaya juang,
tidak memiliki etos dan budaya untuk belajar. Keluarga-
keluarga miskin pun dianggap mengeksploitasi anak karena
mengizinkan mereka untuk berpartisipasi mencari nafkah
untuk keluarga (Dewayani,2011). Perspektif defisit (Valencia,
2010) tentang budaya kemiskinan menganggap kemiskinan
menghambat kemajuan peradaban bangsa karena sikap apatis
dan ketergantungan kelompok miskin terhadap bantuan
dan subsidi pemerintah. Lebih jauh, budaya kemiskinan
menghambat pencapaian siswa di sekolah karena siswa miskin
ditengarai tidak berminat belajar, tidak memiliki rencana masa
depan, mudah menyerah pada kesulitan finansial, dan mudah
tergiur oleh penghasilan yang dapat diperoleh secara instan.
Semua hambatan ini dianggap mampu menjelaskan mengapa
siswa miskin sering tidak masuk sekolah, memiliki prestasi
yang buruk, sulit berkonsentrasi, tidak memiliki kepercayaan
kepada sekolah, dan lebih jauh lagi tidak punya motivasi untuk
keluar dari lingkaran kemiskinan (Dewayani, 2011).
Kita masih mengingat kisah Pak Tajudin, penjual
cobek dari Tangerang yang dipenjara dan dibebaskan
pada Januari 2017 lalu. Pak Tajudin dituduh melakukan