Page 205 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 205

191



                 Paradigma yang menegaskan bahwa literasi—dalam
            pengertian kemelekaksaraan—adalah satu-satunya cara untuk
            memampukan warga negara untuk berdaya secara sosial,
            politik, dan ekonomi diklaim oleh Harvey Graff (1987) sebagai
            sebuah mitos. Salah satu ciri dari mitos literasi ini adalah
            pandangan bahwa literasi (dalam hal ini, pendidikan) adalah
            sarana pembangunan bangsa. Pandangan ini mencerminkan
            kecenderungan masyarakat dalam memaknai modernisasi
                   ROSDA
            sebagai proses yang sama di negara manapun di seluruh dunia.
            Teori-teori klasik tentang modernitas mengusung argumen
            bahwa bila satu bangsa atau masyarakat ingin menjadi modern,
            maka nilai-nilai yang diusung adalah mobilitas, literasi, dan
            urbanisasi (Taylor, 1999; Gaonkar, 2001). Pandangan ini dikritik
            karena memandang modernisasi sebagai proses yang homogen
            dan mengabaikan konteks lokal atau tradisi yang punya
            kontribusi dalam membentuk arah pembangunan satu bangsa.
            Dengan kata lain, tiap bangsa atau masyarakat memiliki jalan
            masing-masing untuk menjadi modern (Gaonkar, 2001).
                 Pandangan modernitas alternatif yang diusung Gaonkar
            (2001) membawa kita pada pemahaman bahwa meski
            literasi adalah elemen penting dalam pembangunan satu
            bangsa, literasi tidak serta merta menjadi obat ampuh untuk
            menyembuhkan semua masalah bangsa. Dalam studinya,
            Hernandez-Zamora (2010) menemukan bahwa upaya orang-
            orang Meksiko untuk menaikkan taraf hidup mereka melalui
            literasi dan pendidikan sering membenturkan mereka pada
            diskriminasi karena warna kulit dan penampilan fisik. Mereka
            enggan berinvestasi dalam mengembangkan kapital budaya
            karena menganggap penampilan fisik lebih penting untuk
            memenangkan pasar kerja.
   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209   210