Page 208 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 208
194
penjualan anak (child trafficking) serta mengeksploitasi anak
dan keponakannya dengan menyuruh mereka berjualan
cobek. Ia dituntut tiga tahun penjara, dengan denda 150 juta
rupiah. Setelah sembilan bulan dibui, baru terbukti bahwa
tuduhan itu tidak berdasar. Kita sering mengamini mitos
serupa. Kita percaya bahwa semua anak yang bekerja di
jalanan diorganisasi oleh semacam preman yang mencerabut
mereka dari hal yang seharusnya mereka dapat: hak untuk
ROSDA
mendapatkan pengetahuan dan sekolah formal. Yang jarang
mengemuka adalah bahwa, misalnya, anak dan keponakan
Tajudin ketika itu memang enggan bersekolah dan memilih
bekerja membantu ayahnya. Dipenjarakannya Pak Tajudin
membuat anak dan keponakannya dihantui rasa bersalah
yang sangat. Keputusan mereka untuk berhenti sekolah secara
tidak langsung telah ‘menjebloskan’ sang ayah ke dalam
penjara. Ironis, bukan? Keputusan pembagian peran dalam
mencari nafkah di kalangan keluarga miskin mudah dicurigai
sebagai eksploitasi anak—meski hal ini secara sosiologis
diperkuat oleh data statistik di perdesaan dan kalangan
kelompok miskin perkotaan. Sedangkan pada saat yang sama
kurikulum pendidikan memotivasi semangat kemandirian,
kewirausahaan, dan mengelola keuangan pada siswa di
kalangan menengah dan atas (ditandai dengan maraknya
sekolah-sekolah swasta mengadakan bazar untuk melatih jiwa
kewirausahaan siswa.)
Beberapa studi empiris dilakukan untuk meneliti mengapa
siswa miskin tidak mampu bertahan dalam suatu jenjang
pendidikan formal secara tuntas dan menyelesaikannya.
Namun, tidak banyak penelitian yang mengkaji mengapa