Page 204 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 204
190
Sebuah Narasi Besar
Pada suatu pagi buta di sebuah kompleks hunian di pojok
Kota Cimahi, ufuk langit di timur belumlah berwarna semburat
merah muda. Lampu-lampu di teras sudah mulai dimatikan,
dan dari secercah cahaya lampu yang masih menggeliat
malas di rumah-rumah, tercium aroma terasi dari bumbu
nasi goreng yang ditumis, roti yang dibakar, dan kopi yang
ROSDA
diseduh. Sementara itu bunyi sutil beradu di wajan dan kursi
makan ditarik, dikilahi bujukan ibu-ibu yang membangunkan
anak-anak yang mungkin menarik lagi selimut mereka dengan
malas. Pagi bergegas terlalu dini bagi sebagian besar anak-
anak Indonesia. Anak-anak ini meninggalkan rumah ketika
pagi masih muda dan sering baru kembali ke rumah ketika
langit merona senja. Di kota-kota besar, mereka menuntaskan
kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, les-les bimbingan belajar,
atau sekadar tertahan dalam kemacetan di angkutan umum
dan mobil milik orangtua mereka.
Anak-anak ini, bersama para pendidik di sekolah,
orangtua, juga pemerintah pusat dan daerah, sedang menulis
narasi besar pendidikan Indonesia. Narasi besar ini mewujud
dalam bentuk Kurikulum Nasional, Ujian Nasional dan Ujian
Sekolah, Sistem Penerimaan Murid Baru, dan semua sistem
pembelajaran yang mengatur bagaimana siswa belajar, dinilai,
lulus sekolah, untuk kemudian dianggap terdidik dan sukses
dalam kehidupan. Sistem ini seolah menggariskan bahwa
pintu menuju sukses dan cara menjadi warga negara yang
berguna bagi bangsa hanya dapat dilalui dengan mekanisme
tunggal; yaitu melek aksara, lulus ujian, lalu bekerja dengan
gaji yang mapan.