Page 226 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 226

212



                 Literasi bagaikan fashion yang sedang naik daun.
            Sejak Indonesia berpartisipasi dalam tes PISA (Programme
            for International Student Assessment) yang mengurutkan
            negara-negara OECD (Organisation for Economic Cooperation
            and Development) berdasarkan kecakapan literasi membaca,
            literasi sains, dan literasi matematika, kita menyadari betapa
            tertinggalnya kita. Pada PISA 2009, Indonesia menempati
            peringkat ke-57 dari 65 negara, dan pada PISA 2012, posisi
                   ROSDA
            ini turun ke urutan 64 (urutan kedua dari bawah). Kemudian
            pada PISA 2015, posisi kita naik enam peringkat menjadi
            urutan ke-64 dari 72 negara. Ketertinggalan ini menyentakkan
            kita tentang kecakapan literasi yang menjadi tolok ukur pada
            pendidikan kontemporer.
                 Kita lalu memperlakukan literasi seperti fashion.
            Kita beramai-ramai memakainya agar tak tertinggal
            gerbong pendidikan modern. Pada gerbong ini, kriteria
            kemelekaksaraan menjadi usang. Kita mengamini bahwa
            seseorang tak cukup dapat membaca. Ia harus dapat
            memahami bacaan tersebut, menganalisis, memilahnya, lalu
            menggunakannya untuk meningkatkan taraf kehidupan.
                 Maka istilah-istilah dengan
            kata ‘pendidikan’ atau

            ‘pengetahuan’ berganti baju

            menjadi literasi. Saat ini kita mengenal literasi
            keselamatan jalan, literasi keuangan, literasi kewarganegaraan,
            literasi moral, di antara banyak istilah literasi lain, untuk
            melengkapi konsep literasi informasi yang terlebih dulu
            digemakan UNESCO pada tahun 2003. Istilah-istilah baru
   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230   231