Page 222 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 222
208
ini mengalami literacy shaming karena merasa belum mampu
menulis kreatif meskipun sudah belajar tentang berbagai genre
sastra selama bertahun-tahun. Kesenjangan ini barangkali
dapat dijelaskan dengan pentingnya kontekstualitas dalam
proses pembelajaran. Para BMI penulis, Eli, dan Idang menulis
atas dasar kebutuhan, baik untuk ekpresi diri maupun sebagai
alat perjuangan. Untuk itu mereka memandang perlu untuk
terus belajar agar kebutuhan emosionalnya tetap terpenuhi.
ROSDA
Sebaliknya, para mahasiswa bisa jadi mewakili sebagian besar
masyarakat kita yang belum memandang menulis sebagai satu
kebutuhan. Akibatnya, praktik menulis dalam pembelajaran
formal sering kehilangan ruhnya. Proses menulis menjadi
mekanistis dan tidak situasional.
Praktik literasi komunitas sebagaimana direpresentasikan
oleh komunitas anak jalanan dan BMI penulis mengantarkan
kita pada dua simpulan. Belajar dari praktik Eli dan Idang,
praktik literasi di luar sekolah seharusnya tidak memindahkan
kegiatan literasi sekolah ke masyarakat. Sebaliknya, kegiatan
literasi masyarakat bersifat khas dan berakar pada kebutuhan
yang membingkai rutinitas suatu komunitas. Literasi
masyarakat mengakar pada habitus masyarakat tersebut
(Bourdieu, 1979). Tujuan utama kegiatan literasi komunitas
adalah memberdayakan masyarakat serta memampukan
mereka untuk mencapai apa yang mereka butuhkan. Praktik
literasi masyarakat menyempurnakan kegiatan literasi sekolah;
memberikan kepada anggota masyarakat, khususnya siswa,
kecakapan literasi yang belum tercapai secara optimal karena
keterbatasan waktu, kurangnya fasilitas, kekakuan kurikulum,
dan kurang efektifnya proses pembelajaran di sekolah.