Page 41 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 41
27
Diskursus pada literasi akademik di perguruan tinggi
lebih kompleks. Pengalaman saya menulis artikel, menerbitkan
novel dan cerpen di Indonesia tidak banyak membantu
kemampuan saya menulis makalah di jenjang Master dan
Doktoral. Diskursus akademik yang cenderung bersifat
individualistis dan menganggap penting keruntutan gagasan
dan kepemilikan ide, membuat saya menulis dengan hati-
hati untuk menghindari generalisasi atau klaim-klaim yang
ROSDA
sembrono, pengulangan ide dan artikulasi yang melompat-
lompat, dengan harus menggali analisis yang kritis, orisinal,
namun tetap berpijak pada dialog teoritis pada disiplin ilmu
yang relevan. Diskursus literasi Barat adalah kolonialisme
dalam dunia akademik (Delpit, 1995). Semua kontrol yang
ketat dalam berpikir dan mengartikulasikan gagasan ini,
sekali lagi, membuat saya merasa tidak literat, bahkan apabila
dibandingkan anak-anak usia sekolah dasar tempat saya
melakukan riset yang telah terbiasa berpikir runtut dan kritis.
Di tengah semua kebimbangan tentang kemampuan
literasi itu, pada semester pertama program Master, saya
mendapatkan tugas menulis melalui video pada mata kuliah
Writing Studies I. Dengan kemampuan menggunakan kamera
dan mengedit potongan gambar yang sangat amatir, saya
berusaha menggunakan gambar bergerak sebagai simbol
untuk mengekspresikan refleksi saya tentang peran baru
saya di dunia akademia Barat. Saya merasa lebih artikulatif
mengekspresikan gagasan melalui film pendek yang berjudul
Space, Time, Limit itu. Proses pergulatan dengan diskursus
Barat itu menyadarkan saya tentang satu hal yang tak
terdeteksi oleh skor numerik tes Toefl dan tes GRE (Graduate