Page 44 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 44
30
dalam format digital, dan teks budaya populer (Dyson,
1997). Fitur superfisial budaya literasi—tata bahasa, kaidah,
etika, dan keruntutan berpikir yang dikenalkan oleh budaya
tertulis—mungkin inheren dalam sebuah bahasa. Akan tetapi
fitur substansial—konstruksi identitas dan gagasan reflektif—
adalah potensi unik yang dimiliki oleh setiap manusia dan
beragam menurut konteks sosial dan budaya. Diskursus literasi
memang membantu menstrukturkan gagasan, namun di sisi
ROSDA
lain, fitur superfisial pada diskursus ini juga dapat mereduksi
makna gagasan tersebut (Ong, 1982). Pada kondisi ketika fitur
superfisial literasi memiliki kemampuan yang terbatas untuk
mengungkapkan gagasan, apa yang disebut Ong (1982) sebagai
kelisanan sekunder, yaitu media teknologi, audio, dan film,
membantu menutupi kelemahan fitur ini. Pada titik ini, literasi
mengembangkan kelisanan dan kelisanan melengkapi literasi.
Kelisanan dan literasi bukanlah suatu kontinum.
Sayangnya, yang terjadi dalam kultur akademik bukanlah
relasi yang harmonis antara kelisanan dan literasi, juga
eksplorasi ragam teks yang memperkaya proses pemaknaan
dalam pembelajaran. Kurikulum pendidikan global masih
berfokus pada narasi besar literasi, dengan fokus pada
kegiatan membaca menulis bahasa yang dominan (Bahasa
Indonesia dalam skala nasional, dan Bahasa Inggris dalam
skala global) dengan segala turunan fitur retoriknya—cara
berpikir, cara membaca, cara berkomunikasi—serta konsepsi
tentang kehidupan sebagaimana dipraktikkan oleh kelompok
masyarakat penutur bahasa yang dominan tersebut. Narasi
besar ini pun masih berfokus pada ‘teks’ dalam pengertian
yang konservatif, yaitu teks cetak dengan segala fiturnya. Maka