Page 49 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 49
35
moral. Misalnya, ibu-ibu yang mengawasi—berkumpul di
gerobak gorengan sambil melihat anak-anak mereka ngamen
atau ngelap—anak-anak mereka memastikan bahwa anak-anak
itu tidak menyeberang ke sebuah area di seberang jalan karena
di sana lah tempat berkumpul anak-anak yang ‘nakal’ (ngerokok
atau ngelem). Terminologi “anak-anak sini” dan “anak-anak
seberang” menjadi sistem batasan moral yang membentuk
konsepsi mereka tentang ruang. Dalam pengertian ini ruang
ROSDA
tersegregasi secara sosiokultural, bukan berdasarkan subkultur
dalam komunitas anak-anak jalanan, tetapi oleh konsepsi
moral tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
komunitas jalanan.
Pemaknaan kritis lain tentang ruang dalam studi ini
adalah konsepsi ‘ruang publik.’ Di tengah maraknya upaya
walikota Bandung untuk mengembalikan ruang-ruang kota
untuk dapat dinikmati oleh publik melalui penataan taman-
taman, alun-alun, dan trotoar, anak-anak yang bekerja di jalan
semakin tergeser dari pemanfaatan ruang publik. Mereka
menjadi target dari razia anak jalanan yang bertujuan untuk
mengembalikan mereka ke tempat yang dianggap ‘layak’ bagi
mereka, yaitu keluarga dan sekolah. Pemerintah kota, dalam
hal ini, membuat batasan apa yang disebut ‘kegiatan publik,’
yaitu kegiatan rekreatif yang dapat dilakukan masyarakat kota
di teman-taman kota ini. Dengan hadirnya bangku-bangku
taman, permainan anak-anak, lapangan rumput sintetis,
kegiatan rekreatif publik meliputi bercengkerama, berinteraksi,
dan kegiatan permainan dengan memanfaatkan fasilitas
publik ini. Kegiatan anak-anak yang mencari nafkah untuk
mendukung ekonomi keluarga dengan memanfaatkan ruang