Page 54 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 54
40
ketika mereka berusaha belajar mengeja. Beberapa anak lalu
akan menghambur ke pintu dan melongokkan kepala, hanya
sekadar untuk melihatnya saja. Orang dewasa yang berjongkok
di atas selokan untuk membuang hajat sesekali membuat anak
menengok, meskipun tampaknya mereka telah terbiasa dengan
pemandangan seperti itu. Meskipun tanpa arena bermain,
permainan anak-anak seperti ayunan dan perosotan, ‘halaman’
PAUD itu menghadirkan hiburan bagi siswa melalui parade
ROSDA
rutinitas sehari-hari.
Anne Dyson (1997) membagi kegiatan di ruang kelas ke
dalam dua jenis menurut struktur dan organisasinya; arena
resmi (official) dan tak resmi (unofficial). Arena resmi adalah
kegiatan belajar formal yang diikuti serangkaian ekspektasi
dan observasi terhadap capaian anak, ditandai dengan
struktur kegiatan yang dibatasi oleh kurikulum dan rencana
pembelajaran. Arena tak resmi mencakup interaksi sosial di
dalam kelas yang tak diikat oleh norma pembelajaran, serta
ekspektasi terhadap capaian siswa. Arena tak resmi tak terbatas
hanya pada jam istirahat dan masa sebelum dan sesudah
jam belajar, namun mencakup semua interaksi yang terkait
dengan konten atau sumber daya yang dianggap tak relevan
dengan materi pembelajaran. Sekolah-sekolah formal biasanya
membagi arena resmi dan tak resmi dengan batasan yang
tegas. Obrolan-obrolan yang tak relevan dengan pembelajaran
dianggap mengganggu; begitu pun materi di luar kurikulum
sekolah. Dalam diskursus kelas (Cazden, 2001) semua kegiatan
berfokus pada arena resmi. Dalam kerangka ini, semua materi
yang biasanya dekat dengan dunia anak, seperti budaya