Page 55 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 55
41
populer dan tradisi interaksi dengan teks di rumah, dianggap
bagian dari arena tak formal dan karenanya tak dianggap
sebagai sumber daya untuk pembelajaran di ruang kelas.
Di PAUD Bestari, yang terjadi adalah sebaliknya. Arena
formal dan tak formal berkelindan begitu cairnya ketika Bu
Sri berbelanja di depan kelas, juga ketika anak-anak berlarian
sejenak untuk menonton odong-odong di pintu kelas. Interaksi
terjalin antara arena resmi dan tak resmi, menjadikan interaksi
ROSDA
guru dan siswa, atau antara siswa di PAUD Bestari ini begitu
cair dan intim. Anak-anak belajar di atas lantai yang hanya
dialasi karpet tipis yang sudah banyak berlubang. Tinggal
hanya berjarak sekitar ratusan meter dari PAUD, anak-anak
datang dengan kaus kaki dan sepatu, meskipun mereka harus
melepas sepatu itu di depan pintu kelas. Terbatasnya fasilitas
pendidikan—mainan edukatif, buku-buku bergambar yang
menarik, poster-poster dan bahan kaya teks, serta alat-alat
menggambar—bukan satu-satunya faktor yang menandai
minimnya aura resmi di PAUD Bestari. Lokasi PAUD yang
seolah berada di komunitas Pasundan, lingkungan sekolah
yang merupakan bagian dari keseharian aktivitas anak-
anak, dan organisasi kegiatan pembelajaran di PAUD Bestari
menjadikan sekolah ini rumah kedua bagi siswa-siswanya.
Bu Sri bersedia melakukan apapun untuk membuat
siswa menyelesaikan dua tahun masa belajar di PAUD Bestari.
Di tahun pertama berdirinya PAUD, Bu Sri berkeliling area
pemukiman dan perempatan Pasundan untuk membujuk
orangtua agar mau mengirimkan anak-anaknya ke PAUD.
Ia bahkan rela ‘membeli’ setiap anak seharga empat ribu