Page 42 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 42
28
Record Examination, tes untuk memasuki jenjang pendidikan
pascasarjana di Amerika Serikat). Ia adalah konstruksi identitas,
suara, dan trajektori sosial budaya yang memperkaya proses
olah pikir saya.
Dalam kurun waktu yang lama, arena penulisan akademik
memperdebatkan konsensus yang superfisial, misalnya tentang
apakah sebuah artikel ilmiah boleh menggunakan kata ganti
orang pertama (saya) atau harus menggunakan kata ganti
ROSDA
orang ketiga (peneliti/penelitian ini). Di kelas penulisan artikel
ilmiah yang saya ampu di sebuah perguruan tinggi negeri di
Bandung, saya selalu mengingatkan mahasiswa pasca sarjana
bahwa menulis artikel dalam suatu bahasa berarti mengikuti
budaya retorik dalam bahasa tersebut. Mengikuti kaidah
retorika dalam Bahasa Inggris adalah upaya untuk mengadopsi
“fitur superfisial” (Gee, 1989). Tata bahasa, kaidah penulisan,
keruntutan berpikir adalah fitur superfisial dalam diskursus
akademik yang perlu diadaptasi seseorang untuk menjadi
literat. Namun, di luar itu terdapat identitas dan gagasan
reflektif yang terbentuk dalam konteks sosiohistoris seseorang.
Budaya literasi seharusnya melengkapi kelisanan—pengalaman
seseorang dalam bertutur—dengan mengembangkan kedua
fitur ini; fitur superfisial dan fitur substantif, melalui interaksi
seseorang dengan beragam teks.
Dikelilingi oleh ragam teks yang kaya, kelisanan dan
literasi seharusnya tidak dilihat sebagai sebuah kontinum.
Dalam kajian budaya, teks tidak hanya tersedia dalam bentuk
tertulis/cetak dengan semua fitur superfisialnya yang spesifik
(Ong, 1982), namun juga dalam bentuk kebijaksanaan lokal,
teks digital—yaitu semua sumber informasi yang disajikan