Page 66 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 66
52
Trajektori Literasi Pratiwi
Setiap kali berbicara tentang literasi, saya harus berterima
kasih kepada kedua orang tua saya. Setelah sekian lama, baru
saya menyadari bahwa dalam banyak hal, orang tua tahu
yang terbaik untuk anak-anaknya. Dan siapa menduga bahwa
kegiatan keluarga yang tampak sepele—berkunjung ke toko
buku dan mendongeng sebelum tidur—ternyata membuat saya
ROSDA
mencintai dunia sastra dan literasi.
Bapak saya suka membaca buku-buku baru yang ada
di koleksi ruang baca rumah saya di Kebraon-Surabaya.
Novel-novel Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, dan buku-buku
baru tulisan para sahabat saya yang terkirim ke rumah akan
berputar dari tangan satu ke tangan lain. Mulai Ibu, Iin adik
keempat saya yang tinggal bersama ibu bapak di Ngagel, dan
Yanti adik saya yang tinggal di Sidoarjo. Riris dan Inez, dua
keponakan saya, anak Yanti, juga kutu buku.
Begitulah kira-kira praktik literasi di keluarga saya. Rak
buku di Kebraon selalu menjadi jujugan bapak dan ponakan
bila mereka sedang berkunjung ke rumah. Itulah sebabnya,
setiap ada buku baru, saya segerakan membaca. Karena tiap
kali bapak dan ibu menginap ke rumah, yang dicari selalu
buku yang belum selesai dibaca atau yang baru datang.
Kalau tidak segera saya selesaikan, saya tidak akan sempat
menyelesaikan buku tersebut. Keburu berpindah tangan.
Berpindah lokasi. Dari Kebraon ke Ngagel, lalu ke Sidoarjo.
Menengok ke belakang, saya masih ingat betul bagaimana
saat SD dulu, salah satu kenangan yang membekas adalah
kebiasaan bapak mengajak saya ke Sari Agung di jalan