Page 68 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 68
54
diminta mengembalikan dan meminjam seri lanjutannya.
Jadinya saya juga ikut tenggelam dalam lamunan Ratri, salah
satu tokoh dalam cerita itu. Saking demennya, saya masih
ingat kata ‘regol’ yang pertama kali saya kenal lewat cerita seri
itu. Saya juga kesengsem dengan nama-nama tokohnya, Ratri,
Panggiring, Bramanti. Di telinga saya, nama-nama ini terdengar
eksotis.
Kami juga pelanggan Kompas dan Intisari sejak dulu.
ROSDA
Karena saking akrabnya dengan bahasa Kompas, saya jadi
tahu kemudian bahwa membaca koran lain jadi terasa ‘terlalu’
ringan. Yang menarik, cerita bersambung di Kompas tak pernah
kami lewatkan sekeluarga. Saya dan adik-adik bergiliran
menggunting bagian cerita bersambung untuk dikompilasi.
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari sudah habis saya
baca dalam format cerbung, jauh sebelum versi novelnya
beredar.
Saya juga baru sadar bahwa beberapa buku-buku yang
pernah saya baca ternyata adalah sastra klasik. Saat SMA,
saya sudah mulai membaca drama-drama Shakespeare dalam
versi bahasa Inggris. Tentu saja masih simplified version. Bisa
jadi karena saat itu saya lagi getol kursus bahasa Inggris
di PPIA Dr. Soetomo Surabaya. Koleksi perpustakaannya
sering menantang saya untuk memperluas bahan bacaan
dalam bahasa asing. Setelah kemudian saya kuliah di Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris di IKIP Surabaya, barulah saya
ngeh dengan nama-nama Shakespeare, Hemingway, dan Mark
Twain.Ternyata ada bagian dari masa kecil saya yang ikut andil
di dalamnya. Padahal dulu saya kira cerita Tom Sawyer dan
Huck Finn adalah cerita anak-anak. Pendek kata, saya merasa
cukup literat.