Page 23 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 23
13. Steya adalah hukum mengenai pencurian.
14. Sahasa artinya mengenai kekerasan.
15. Stripundharma adalah hukum mengenai kewajiban suami-istri.
16. Stridharma artinya hukum mengenai kewajiban seorang istri.
17. Wibhaga adalah hukum pembagian waris.
18. Dyutasamahwya adalah hukum perjudian dan pertaruhan (Lestawi, I
Nengah dan Kusuma, I Made Wirahadi. 2014 : 55-56).
Dalam pembelajaran hukum Hindu yang bersumber pada kitab-kitab tersebut
di atas, maka banyak kita menemukan pokok-pokok pikiran yang berkaitan
dengan titel hukum. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hindu mengalami
proses perkembangan. Perkembangan yang dimaksud antara lain:
1. Hutang piutang (Rinadana). Dalam kitab Dharmasastra, VIII.49. Manu
menyatakan bahwa seorang kreditur dapat menuntut atau memperoleh
piutangnya dari debitur melalui persuasif moril, keputusan pengadilan,
melalui upaya akal, melalui cara puasa di pintu masuk rumah debitur,
dan yang akhirnya dengan cara kekerasan. Yang terpenting dari hukum
utang piutang itu adalah ketentuan mengenai kebolehan menaikkan bunga
sebagai hak yang dapat dituntut oleh kriditur atas piutang yang diberikan
kepada debitur. Selanjutnya disebutkan bahwa hutang seorang debitur
jatuh kepada ahli warisnya. Apabila debitur meninggal dunia sebelum
sempat melunasi hutangnya, maka ahli waris bersangkutan berkewajiban
melunasinya (Dharmasastra, XII.40).
2. Deposito (Niksepa). Rsi Gautama mulai mengajarkan tentang hukum
yang berkaitan dengan masalah hukum Niksepa (deposito). Ajarannya
diikuti oleh. Rsi Narada dan Rsi Yajnawalkya, dengan pembahasan yang
lebih mendalam dan meluas. Baik Rsi Narada maupun Rsi Yajnawalkya
membedakan ajaran hukum Niksepa menjadi beberapa jenis bentuk
deposito, diantaranya adalah; Yachita, Ayachita, Anwahita, dan Nyasa.
3. Penjualan barang tidak bertuan (Aswamiwikraya). Penjelasan tentang
permasalahan hukum penjualan barang tidak bertuan tidak dijumpai di
dalam kitab hukum karya Rsi Gautama. Didalam kitab beliau hanya terdapat
adanya klausal yang mengemukakan dan menegaskan bahwa penadah atau
penerima barang curian dapat dihukum (Dharmasutra, XII.50). Dengan
demikian, orang yang membeli barang curian dapat dihukum. Pernyataan
ini dipertegas dan diperluas kembali oleh Rsi Yajnawalkya, yang dalam
bukunya menyebutkan bahwa; baik pembeli maupun penjualnya dapat
dituntut melalui hukum. Oleh karena itu, ia harus dapat membuktikan
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 13