Page 26 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 26
Kitab Manawa Dharmasastra II sloka 12 ini lebih menyederhanakan sloka 6,
dengan meniadakan Sila, karena sila dan sadacara dipandang memiliki arti yang
sama dengan kebiasaan. Sila artinya kebiasaan sedangkan sadacara artinya
tradisi. Tradisi dan kebiasaan adalah kebiasaan pula. Kitab Sarasamuscaya
hanya memberi penjelasan singkat mengenai status Weda, di mana dalam
sloka 37 dan 39 kita jumpai keterangan berikut.
”Çrutivedah samàkhyàto dharmaûàstram tu vai småti, te sarvathesvamimàmsye
tàbhyàm dharmo winirbhåtah.
Nyang ujareka sakareng, ûruti ngaranya sang hyang caturveda, sang hyang
dharmaçastra; småti ngaranira, sang hyang ûruti, lawan sang hyang småti,
sira juga pramànàkèna, tùtakena warawarah nira, ring asing prayojana,
yàwat mangkana paripùrna alèp sang hyang dharmaprawåtti.
Terjemahan:
Yang perlu dibicarakan sekarang Çruti yaitu catur Weda dan Smrti yaitu
Dharmasastra; Çruti dan Smrti kedua-duanya harus diyakini, dituruti ajaran-
ajarannya pada setiap usaha; jika telah demikian, maka sempurnalah tindakan
kebaikan anda dalam bidang dharma (Sarasamuscaya, 37).
Penjelasan dan terjemahan dalam kitab Sarasamuscaya yang diterbitkan
oleh Dapartemen Agama hanya berdasarkan terjemahan bahasa Jawa kuno.
Menurut terjemahan bahasa Jawa kuno itu, pemahaman tentang Weda
sebagai sumber hukum telah diperluas, seperti; istilah Weda diterjemahkan
dengan Catur Weda. Walaupun demikian pengertian semula tidaklah berubah
maknanya. Yang menarik perhatian dan perlu dicamkan ialah bahwa kitab
Manawa Dharmasastra maupun kitab Sarasamuscaya menganggap bahwa
Sruti dan Smrti itu adalah dua sumber pokok dari pada Dharma. Berikut ini
adalah petikan sloka yang dimaksud.
”Itihàsapurànàbhyàm vedam samupavrmhayet,
bibhetyalpaûrutàdwedo màmayam pracarisyati.
Ndan Sang Hyang Weda, paripùrnakena sira, makasàdhana sang hyang
itihàsa, sang hyang pùrana, apan atakut, sang hyang Weda ring akèdik ajinya,
ling nira, kamung hyang, haywa tiki umarà ri kami, ling nira mangkana rakwa
atakut.
16 Kelas XII SMA/SMK