Page 22 - Matinya Seorang Anak Muda di Negeri Ini & Cerita Pendek Lainnya
P. 22
siapapun di sekitarnya. Aku mengamati pohon itu, sekitar
dua puluh meter di belakang Lela. Suara tonggeret
sesekali mengusik konsentrasi kami, harmonis dengan
langit malam bertabur bintang dan bulan purnama.
“Rasa takut hanyalah ilusi, asalkan kalian percaya,”
kataku.
“Apanya yang ilusi, ini seremnya nyata, anjing!” celoteh
Lela yang terus menundukkan kepalanya.
Sarwo masih asyik memainkan telepon genggamnya, ia
tampak acuh dengan situasi kami. Dari dulu ia selalu
begitu, yang penting bisa ikut bersama, meski tidak
benar-benar terlihat ‘ada’.
“Ini adalah kali pertama kamu bergabung dengan kami.
Selamat datang di geng KALAJENGKING, Tri!” sambutku.
“Kita sedang menunggu apa sih di sini?” tanya Tri yang
sudah mulai tidak sabar.
“Duduk tenang saja dulu, bro, sabar,” jawabku sambil
memerhatikan jam tanganku.
Sepuluh detik lagi akan menuju ke pukul dua belas lewat
sepuluh menit. Dia tidak pernah terlambat, kataku dalam
hati.
Sarwo menghentikan aktifitasnya bermain telepon
genggam dan menatap ke arah Tri. Begitu pula Lela, yang
tidak lagi terlihat takut, selanjutnya aku.
19