Page 27 - Matinya Seorang Anak Muda di Negeri Ini & Cerita Pendek Lainnya
P. 27
Kenapa Harus Menangis
Masih juga aku bersikap seolah tuli, lebih baik seperti itu.
Mereka sesekali mengulangi pertanyaan yang sama,
mengapa aku tidak menangis ketika ibuku meninggal.
Aku tidak percaya lagi dengan air mata yang tidak hanya
membasahi wajah, tetapi juga dapat membuat lendir
menjijikkan keluar dari lubang hidungku, membuatku
terlihat jelek, membuatku terlihat rapuh dan mengemis
pelukan orang-orang yang mungkin iba melihatku.
“Ini hari kematian ibumu, dan kamu sama sekali tidak
terlihat sedih. Jangankan saya, tapi orang lainnya juga
mungkin akan mengira kamu tidak kehilangan dia, kamu
tidak menyayangi dia,” tegur bibi Rosa yang duduk di
sampingku.
Aku hanya diam saja. Perlahan kutatap deretan kursi di
belakangku, dipenuhi aneka sosok orang, dari keluarga
yang jarang kutemui, hingga orang-orang yang sama
sekali asing di mataku. Beberapa dari mereka balas
menatapku.
Aku segera menghindar, kembali memalingkan kepala ke
arah peti mati yang berada tepat di hadapanku. Ibu
terbaring dengan tenang di situ, mengenakan gaun sutra
dan riasan sederhana yang membuatnya tampak lebih
muda puluhan tahun.
24