Page 293 - test yy
P. 293
286 “Mewujudkan Kemandirian Indonesia Melalui Inovasi Dunia Pendidikan”
Sebaliknya, tanpa memahami konsep khusus ilmu
Pendidikan, seperti disain pembelajaran, tehnologi Pendidikan,
pengembangan kurikulum, Pendidikan khusus, pengelolaan
kelas dan motivasi siswa, maka psikologi Pendidikan tidak akan
memberikan makna yang signifikan. Keduanya, saling berkaitan
satu sama lain. Ibarat koin, psikologi Pendidikan memiliki dua
wajah dalam satu tubuh yang tak terpisahkan.
Bisa dikatakan, hubungan antara psikologi dan Pendidikan
berlangsung sangat lama sepanjang sejarah peradaban manusia.
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa sejak Aristoteles dan
Plato, Pendidikan yang berbasis dinamika psikologi manusia
telah diterapkan dengan baik. Misalnya, metode dialog antara
guru dan murid yang dikembangkan oleh Socrates. Metode ini
mengasumsikan bahwa setiap individu murid sebenarnya
memiliki potensi untuk mengetahui kebenaran dan kemampuan
membedakan antara yang benar dan salah. Maka, guru
melakukan dialog dengan murid guna memancing potensi
kemampuan murid. Dalam metode dialog ini, guru seolah-olah
tidak tahu materi yang dibahas dengan muridnya, pdahal
sebenarnya sang guru sangat menguasai masalah. Dalam situasi
ini, guru lebih banyak merangsang pikiran murid agar kerja
otaknya maksimal untuk menemukan jawaban dan
pengetahuan(Sabila et al., 2020).
Dalam dunia pesantren, terutama yang berkiblat kepada
Pondok Pesantren Modern Gontor, konsep atau metode ini
dikenal dengan sebutan “thariqah tajahul al-suqrath”. Guru terlihat
naif dan lugu ketika melakukan dialog suatu masalah keilmuan
dengan murid padahal maksudnya ingin memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada para murid untuk berwacana
dan mengolah pikiran. Dengan kata lain, intellectual exercise
menjadi tujuan utama dari proses diskusi dan dialog guru-
murid(Sabila et al., 2020; Setyaningsih et al., 2019).
Itu contoh klasik, bagaimana proses Pendidikan dan
pembelajaran diterapkan berdasarkan konsep psikologi, yaitu