Page 312 - test yy
P. 312
BAB 14 : PENDIDIKAN ANAK USIA DINI 305
diharapkan dapat menjadi tawaran konseptual dan solusi
alternatif bagi pemecahan masalah tersebut.
Para sufi meyakini bahwa perkembangan seorang anak
tidak semata-mata bersifat fisik, psikis dan kognitif. Ada
dimensi bathin yang menjadi struktur terdalam dari jiwa
seseorang yang sesungguhnya telah mengalami sentuhan
ilahiah pada masa pranatal, yaitu pada peristiwa perjanjian
primordial pertama antara manusia dan Tuhan, yang dalam
terminologi para sufi disebut hari “hari alastu”. Oleh karena
itu setiap manusia memiliki potensi ilahiah yang biasa disebut
“fitrah”. Persoalan spiritualisme dalam proses pendidikan
anak, dimaksudkan untuk mengapresiasi potensi bawaan
(heredity) tersebut, yang sesungguhnya bersifat lebih spiritual
daripada intelektual. Perspektif tasawuf hadir untuk
menjembatani kurangnya metode dalam mendidik anak yang
mengapresiasi dimensi batin seorang anak, agar sang anak
tidak hanya cerdas secara intelektual dan emosional, akan
tetapi juga cerdas secara spiritual. Sebagaimana ditegaskan
oleh Inayat Khan:
Very often one little idea about a metaphysical truth goes into
the heart of a child like a spark of fire which slowly blazes into flame,
a flame which will guide it through its whole life.
Bahwa gagasan kecil tentang kebenaran metafisika
masuk ke dalam hati seorang anak laksana percikan api yang
dengan perlahan berkobar menjadi nyala api yang akan
menuntunnya menjalani kehidupan.
Secara preskriptif, peran spiritualitas dalam proses
pendidikan anak merupakan tema sentral pendidikan Islam
tradisional yang selalu menjadikan keberhasilan individu dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sebagai cita-cita dan
tujuan pendidikan terpenting. Sebagaimana ditegaskan oleh
Iqbal bahwa individualitas (khudi) merupakan suatu kesatuan
yang nyata, mantap dan tandas, karenanya tujuan akhir
pendidikan adalah untuk memperkokoh dan memperkuat