Page 123 - Toponim Magelang_Final
P. 123
110 Toponim Kota Magelang
6. Kemirikereb
Di Magelang, kata “kemiri” disematkan masyarakat dalam tiga kampung, yakni
Kemirikerep, Kemirikerep Krajan, dan Kemirirejo. Menurut keterangan dari sesepuh
kampung, daerah yang bernama Kemirikerep ini dulunya banyak ditanami pohon kemiri
(Aieuritcs moluccan). Setiap orang mudah atau sering (kereb) menjumpai tanaman kemiri
di wilayah ini, sehingga kenyataan tersebut memunculkan inspirasi warga setempat
untuk pemberian nama Kemirikerep. Selain Kampung Kerimikereb, di Magelang
era kolonial juga tercatat nama Kampung Kemirikerep Krajan. Terminologi “krajan”
merujuk pada ruang yang bertemali dengan pusat pemerintahan kerajaan, kabupaten,
atau pusat administrasi yang lebih rendah yang bertugas mengatur kehidupan politik-
hukum masyarakat lokal. Sementara istilah “reja” menautkan pada kondisi daerah yang
makmur, maka dapat diterka bahwa Kemirirejo merupakan kawasan yang ditanami
pohon kemiri dengan warga penghuninya hidup berkecukupan sebagai petani.
Mengutip penjelasan mantan pegawai Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Imam Budi
Santoso (2017), pohon kemiri sudah dibudidayakan cukup lama dan luas di tanah
Jawa. Pohonnya cukup besar dengan tingginya mencapai 40 m. Di masa lalu kemiri
ditanam untuk mendapatkan buahnya yang diolah jadi berbagai masakan (sayur).
Dalam perkembangannya, biji kemiri dapat diekstrak untuk menghasilkan minyak
yang berguna untuk keperluan industri. Seperti bahan campuran cat, mengawetkan
kayu, bahan sabun, bahan campuran isolasi, pengganti karet. Penanaman kemiri
pada masa kini kebanyakan hanya untuk memperoleh minyaknya. Pohon kemiri yang
cukup besar dapat menghasilkan 30-80 kg kacang kemiri, dengan kandungan minyak
sekitar 15-20%. Tetapi minyak kemiri baru digunakan kepentingan lokal dan belum
diperdagangkan secara internasional. Kayu kemiri berwarna keputihan dan ringan
serta mudah diserang jamur atau serangga. Maka, meskipun dapat menghasilkan kayu
yang berukuran besar, kayu kemiri jarang digunakan sebagai bahan bangunan.
Dari paparan di muka, dapat dianalisis bahwa masyarakat Magelang di masa silam
memanfaatkan pohon kemiri untuk keperluan memasak sayur, karena belum
mengenal pengembangan teknologi industri dengan bahan dari biji kemiri. Walaupun
mempunyai tekstur yang keras, namun mudah untuk dihancurkan. Daging dari kemiri
sendiri berwarna putih. Tempo dulu, orang Magelang tidak risau dengan kelangkaan
kemiri, sebab daerah yang menjadi cikal-bakal Kampung Kemirikerep (Krajan) banyak