Page 128 - Toponim Magelang_Final
P. 128
Toponim Kota Magelang 115
8. Tengkon
Dalam tradisi lisan, nama Kampung Tengkon yang terletak di Kota Magelang ini
berasal dari kata “Tengku”, suatu gelar bangsawan dari Sumatra Utara. Gelar Tengku
mengingatkan pada suatu klas sosial di antara masyarakat Aceh atau Melayu di Sumatra
Timur. Bertolak dari pengertian ini, diduga di kampung itu pernah tinggal satu orang
77
bangsawan Sumatra bergelar Tengku.
Nama Kampung Tengkon sendiri di Kota Magelang sudah ada tahun 1893 saat sebuah
saluran air (waterleiding) dibangun di kota ini, kemudian dikenal dengan istilah Plengkung
Tengkon (Jalan Daha sekarang). Nama Tengkon pasti telah diberikan sebelum tahun
itu, sementara periode itu di Hindia Belanda terjadi Perang Aceh. Apabila nama itu
dikaitkan peperangan tersebut, kemungkinan bahwa seorang bangsawan Aceh bergelar
Tengku ditahan Belanda dan ditempatkan di kampung itu. Analisis ini bertemali
dengan lingkungan sekitarnya yang merupakan kompleks militer Belanda dan punya
keterkaitan dengan pemerintahan sipil dan militer Belanda di Aceh.
Akan tetapi ada versi lain yang menyebutkan asal-usul kampung ini dari nama seorang
Tionghoa yang hidup pada saat itu, yaitu Teng Koe. Dia dikenal sebagai seorang Tionghoa
yang dermawan dan menolong banyak orang Jawa di sekitarnya serta bersahabat dengan
orang-orang Jawa. Dari situ kemudian sebutan rumahnya dan sekitarnya Tengkon
muncul. Jika hal ini benar, maka sosok Teng Koe pasti sudah ada sebelum pertengahan
abad XIX karena setelah periode itu daerah tersebut didominasi militer dan tidak ada
orang Tionghoa yang tinggal di sana.
Setelah status kotapraja diberikan kepada Magelang tahun 1906, daerah Tengkon
tumbuh menjadi sebuah kompleks pemukiman. Meski masih tetap didominasi warna
militer, kampung ini terintegrasi ke dalam morfologi kota sehingga disambungkan
dengan jalan-jalan yang berkualitas seperti halnya bagian Kota Magelang lainnya. Awal
1930-an pembangunan jalan besar-besaran yang menghubungkan kampung ini dan
77 Gelar Tengku awalnya hanya digunakan di Aceh, dan baru diterapkan bagi sebutan para raja Melayu
di pantai timur Sumatera setelah daerah ini diletakkan di bawah pengaruh Sultan Iskandar Muda pada
pertengahan abad XVII. Tengku atau Tuanku artinya adalah “Tuan kita”. Daniel Perret. Kolonialisme
dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut. (Jakarta: KPG, 2010). hlm. 133.