Page 300 - BUKU TANYA JAWAB SEPUTAR PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI TINGKAT PUSAT_Neat
P. 300

menghisap ganja di Eropa dan di Korea tidak dipidana, tetapi di
                Indonesia itu dipidana.
                    Mala per se suatu perbuatan yang dianggap sebagai sesu-
                atu yang jahat bukan karena diatur demikian atau dilarang oleh
                undang-undang, melainkan karena pada dasarnya bertentangan
                dengan kewajaran, moral, dan prinsip umum masyarakat beradab.
                Jadi, mala per se itu dari dulunya kejahatan, misalkan pembu-
                nuhan dari dulunya sudah jahat.
                    Perbuatan yang sama tidak dapat diberikan dua sanksi sekali-
                gus, disarankan diberikan sanksi administrasi atau pidana. Sanksi
                pidana harus ultimum remedium. Pembentuk peraturan perun-
                dang-undangan dalam merumuskan ketentuan perlu memper-
                timbangkan pengenaan sanksi yang akan dijatuhkan dengan
                memperhatikan kriteria di atas.

                    Dalam ketentuan Pasal 134 UU KUHP diatur bahwa
                “Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam 1
                (satu) perkara yang sama jika untuk perkara tersebut telah ada
                putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
                tetap.” Penjelasan Pasal 134 UU KUHP menyatakan bahwa
                “Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum
                dengan mengedepankan asas ne bis in idem.”
                    Jika putusan berasal dari pengadilan luar negeri terhadap
                setiap orang yang melakukan tindak pidana yang sama, tidak
                boleh diadakan penuntutan dalam hal:
                1.  putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum; atau
                2.  putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah dijalani
                    seluruhnya, telah diberi ampun, atau pelaksanaan pidana
                    tersebut kedaluwarsa.






                           TEKNIK PENYUSUNAN PERUNDANG-UNDANGAN           245
   295   296   297   298   299   300   301   302   303   304   305