Page 16 - e-modul bab 4 PAI
P. 16
diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam dunia, dan merupakan
mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah mazhab
Hanafi.
d. Imam Hanbali
Pendiri Mazhab Hanbali ialah Imam Abu Abdillah Ahmad bin
Hanbal bin Hilal az-Zahili asy-Syaibani. Beliau lahir di Bagdad pada
tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah
seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk
mencari ilmu pengetahuan, antara lain Syiria, Hejaz, Yaman, Kufah
dan Basrah. Ia mampu menghimpun sejumlah 40.000 Hadis dalam
kitab Musnad nya.
Ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin
Hanbal antara lain adalah Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin
Hani yang terkenal dengan nama al-Atsram, Ahmad bin Muhammad
bin Hajjaj al-Marwazi, Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama
Ibnu Ruhawaih al-Marwazi dan termasuk ashhâb () Ahmad terbesar,
Muwaquddin Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Syamsuddin Ibnu
Qudaamah al-Maqdisi, Syaikhul-Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu
Taimiyah, Ibnul Qaiyim al-Jauziyah, dan lain-lain.
Mazhab Hanbali awalnya berkembang di Bagdad, Irak dan
Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad 12, mazhab Hanbali
berkembang di Arab Saudi terutama pada masa pemerintahan Raja
Abdul Aziz as-Su‟udi. Saat ini mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi
pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di
seluruh Jazirah Arab, Palestina, Syiria dan Irak.
3. Mengarifi Perbedaan Mazhab
Perbedaan pandangan dan mazhab kerapkali memunculkan
perselisihan di kalangan umat Islam. Haruskah demikian?
Bagaimana seharusnya hal itu disikapi? Berikut cara menyikapi
perbedaan mazhab.
a. Membekali diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan ilmu,
iman, amal dan akhlaq secara proporsional. Karena tanpa
pemaduan itu semua, akan sangat sulit bagi seseorang untuk bisa
menyikapi setiap masalah dengan benar, tepat dan proporsional.
Apalagi jika hal itu adalah masalah khilafiyah (diperdebatkan).
b. Lebih memprioritaskan perhatian dan kepedulian terhadap
masalah-masalah besar ummat daripada perhatian terhadap
masalah-masalah kecil seperti masalah khilafiyah. Karena tanpa
sikap dasar seperti itu, biasanya seseorang akan cenderung
ghuluw (berlebih-lebihan) dan tatharruf (ekstrem) dalam
menyikapi setiap masalah khilafiyah.
15