Page 16 - PROFESI EDISI 1 TAHUN 2023
P. 16

mine is mine’  atau  ‘urusanmu adalah urusanmu           Konteks Gereja Katolik, sikap pro-eksistensi
           dan urusanku adalah urusanku.’ Ko-eksisten-         dapat dilihat dalam spirit gereja pasca-konsili Va-
           si  menekankan  pendekatan  permisivitas  yang      tikan ke-2. Konsili menandai suatu era baru dalam
           eksklusif terhadap perbedaan. Seorang boleh saja    hubungan Gereja dengan penganut agama-agama
           menerima dan hidup dalam perbedaan tetapi ori-      lain  yang menyadari  bahwa dialog  adalah  suatu
           entasinya adalah  inward looking:  perbedaan itu    kebutuhan fundamental  Gereja yang terpanggil
           diterima  semata-mata  agar  warna partikularitas   untuk bekerja sama dalam rencana Allah lewat re-
           kelompoknya  tidak terganggu. Paradigma  ko-        spek dan cinta terhadap semua orang (Tule: 2007).
           eksistensi  dengannya  tidak cukup karena  masih    Gereja  mulai beranjak  untuk  mengakui  adanya
           menyimpan “bom waktu” intoleransi atau geliat       benih-benih  keselamatan  di  luar  Gereja.  Sikap
           toleransi pasif yang sesekali bisa meledak  ke-     baru itu terungkap jelas dalam pelbagai dokumen
           tika  diobok-obok. Di Indonesia, polemik  identi-   Konsili seperti Nostra Aetate, Ad Gentes dan Lu-
           tas yang berlangsung di Tanjung Balai, Aceh dan     men Gentium serta ensiklik-ensiklik Paus seperti
           Tolikara, Papua beberapa tahun yang lalu sedikit    Pacem in Terris, Ecclesiam Suam, dan Populor-
           banyak merepresentasikan  rapuhnya paradigma        rum Proggresio.
           ko-eksistensi dalam hidup bersama.                       Nostra Aetate, adalah  salah  satu  dokumen

                Cacat inheren sikap ko-eksistensi ini da-      Konsili  Vatikan  ke-II yang berbicara  tentang
           pat dirujuk misalnya  dalam  hubungan antar-        Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan
           umat  beragama.  Pada tataran  fundamental,         Kristen, gereja Katolik menyadari bahwa ia tidak
           agama-agama  sesungguhnya memiliki  faktor          bereksistensi sendiri di dunia ini. Gereja sungguh
           integrasi  dan disintegrasi.  Agama umpamanya       mengakui  kebenaran-kebenaran  yang ada  dalam
           mengajarkan  persaudaraan atas dasar iman           agama lain sebagai salah satu sarana yang meng-
           (aspek  integrasi).  Namun  persaudaraan  atas      hantar  manusia  kepada Allah.  Untuk itu,  gereja
           dasar iman ini bisa menimbulkan konflik (aspek      membuka diri terhadap dialog dengan agama lain.
           disintegrasi)  bila  dipahami  secara  sempit  dan      Masyarakat dan komunitas-komunitas politik
           kaku. Seorang penganut agama yang radikal dan       modern perlu belajar dan membaharui diri dalam
           ekstrimis - berangkat dari disposisi persaudaraan   menata kehidupan bersama yang adil, damai dan
           atas dasar iman yang sama - umpamanya  dapat        saling  melengkapi.  Pro-eksistensi  hendaknya
           membangun  kategori  metapolitik  benar - salah:    menjadi imperatif kolektif dalam kehidupan yang
           menganggap orang-orang seagama sebagai yang         plural.  Perjuangan  tersebut  salah  satunya  dapat
           suci dan kudus serta menganggap sesamanya dari      dicapai dengan merujuk dalam sebuah kontur ma-
           penganut  agama  yang  lain  sebagai  yang  kafir   syarakat modern yang oleh Habermas, filsuf asal
           atau liyan (subjek dengan kualitas kemanusiaan      Jerman, ditematisasi  sebagai masyarakat  post-
           yang lebih rendah).
                                                               sekular. Dalam bingkai masyarakat post-sekular,
                Aspek inilah, kategori ko-eksistensi tidak cu-  agama dan rasio sekular dapat berkolaborasi
           kup. Agama dan komunitas-komunitas partikular       satu sama lain. Agama semakin didorong untuk
           perlu mewujudkan sikap pro-eksistensi di mana       mentransformasi  semantikanya  ke dalam ung-
           mereka  bisa menerima  kehadiran  yang lain  di     kapan sekular agar tidak terpekur dalam penjara
           samping dirinya. Paham dan sikap pro-eksistensi     eksklusivisme dan sikap kontra-produktif terha-
           mampu  sampai  pada  tahap  di  mana  komunitas-    dap perubahan zaman. Pada saat yang bersamaan
           komunitas partikular tersebut tidak hanya berada    komunitas-komunitas politik modern perlu mem-
           bagi diri mereka sendiri, tidak hanya sibuk den-    buka diri dan tidak menganggap sepi intervensi
           gan dirinya sendiri saja (inward looking),  tetapi   agama-agama. Sehingga, ancaman bahwa ideolo-
           mampu menghadirkan relevansi positif bagi sesa-     gi berkemajuan modern akan keluar dari jalurnya
           manya.                                              dapat diantisipasi.




                        16                  ISSN 2085-8639                   Profesi-Edisi 1, Th.18 Juli 2023
                                            ISSN 2085-8639
                                            ISSN 2085-8639
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21