Page 58 - E-Majalah Kriyasadana Edisi 4
P. 58

CERPEN





                          ILUSTRASI RASA





                                        Karya : Neyssa Salma Abdilla Arief




              Hari pertama ia berdiri disana mungkin
           masih biasa. Tapi kali ini berbeda, ini
           sudah terhitung puluhan kali kakinya

           berdiri dan berpijak disana. Pekatnya
           awan diatas langit, yang harusnya
           menampilkan matahari di ramalan cuaca
           kali ini, menandakan hujan akan segera

           turun. Seumpama riak air yang diundang
           untuk temani rindu, sosoknya
           berterimakasih pada semesta untuk
           membiarkan ia bersedih bersama rintik

           hujan kali ini. Dalam penyamarannya
           menjadi si murah senyum, kurva indah
           yang selalu menebar kebahagiaan untuk
           orang lain. Matanya yang menyerupai

           bulan sabit, anggap saja itu samarannya
           dalam menyembunyikan lara dihati.                        Saat bagaimana matahari mulai
                                                                 menyingsing kearah barat, burung-
              Bau tanah bercampur rumput yang
           diguyur hujan secara tiba-tiba                        burung berterbangan menuju

           menyeruak memenuhi indra penciuman.                   sarangnya dan kumpulan awan
           Kakinya masih berpijak disana walau                   berkumpul membentuk pola abstrak
           percikan air telah mengenai kulit                     seperti biasanya. Senandika selalu
           putihnya, dia masih enggan beranjak.                  menyukainya. Namun, untuk hari ini

           Dipayungi oleh atap kecil yang sudah                  ia sangat menyayangkan cuaca yang
           lapuk. Bahkan bau besi berkarat yang                  buruk. Tak ada keindahan lebih yang
           asalnya dari tiang penyangga                          bisa dilihatnya, selain hujan yang
           menunjukkan seberapa tua tempat itu.                  menemani tamaram sendu hatinya.

           Tempat itu memang jarang dilalui oleh                     “Kamu juga pasti ngerasain kan?”
           orang. Sayangnya meskipun begitu,                     Begitu kira-kira monolognya. Matanya
           sosoknya selalu betah untuk duduk                     memandang jauh suramnya langit.
           berdiam disana.


                                                             E-Majalah                               Edisi 4 58
                                                                                         D
                                                                                       A
                                                                                           A
                                                                                               A
                                                                                             N
                                                                                     S
                                                                              R
                                                                            K
                                                                                I
                                                                                   A
                                                                                 Y
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63