Page 14 - Makalah_kaidah_peradilan_MELINDA EKA L
P. 14

menggolongkan unsur tersebut menjadi syarat sahnya nikah. Adapun rukun nikah,
                        sebagai berikut :


                        a.  Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar'i

                            untuk menikah. Di antara perkara syar'i yang menghalangi keabsahan suatu
                            pemikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram

                            dinikahi  oleh  si  lelaki  karena  adanya  hubungan  nasab  atau  hubungan
                            penyusuan.  Atau,  si  wanita  sedang  dalam  masa  iddahnya  dan  selainnya.

                            Penghalang lainnya: misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita
                            yang akan dinikahinya seorang muslimah.

                        b.  Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan

                            posisi  wali.  Misalnya  dengan  si  wali  mengatakan,  "Zawwajtuka  Fulanah"
                            ("Aku nikahkan engkau dengan si Fulanah") atau "Ankahtuka Fulanah" ("Aku

                            nikahkan  engkau  dengan  Fulanah").  Adanya  qabul,  yaitu  lafadz  yang
                            diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya, dengan menyatakan, "Qabiltu

                            Hadzan Nikah" atau "Qabiltu Hadzat Tazwij" ("Aku terima pernikahan ini")
                            atau "Qabiltuha." Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena

                            dua lafadz ini yang datang dalam Al-Qur'an. Seperti firman Allah Subhanahu

                            wa Ta'ala:

                                                                                 َ
                                                                              ا َ هَكانُج   َّ وز     َ  ا ً رَطو َ    ا َ هْنم     دْيز     َ   ِ  ىَضَق   اَّمَلَف

                            “Maka  tatkala  Zaid  telah  mengakhiri  keperluannya  terhadap  istrinya
                            (menceraikannya),  zawwajnakahal  (Kami  nikahkan  engkau  dengan  Zainab
                            yang telah diceraikan Zaid)." (Al-Ahzab: 37)

                        c.  Wali, wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah atau
                            orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki. Seorang wanita

                            tidak  memiliki  wali  nasab  atau  walinya  enggan  menikahkannya,  maka

                            hakim/penguasa memiliki hak perwalian atasnya.

                            Karena  keberadaan  wali  nikah  merupakan  rukun,  maka  harus  dipenuhi

                            beberapa syarat. Dalam pasal 20 KHI ayat (1) dirumuskan sebagai berikut:
                            "yang  bertindak  sebagai  wali  nikah  ialah  seorang  laki-laki  yang  memenuhi











                                                                                                     11
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19