Page 114 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 114
sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Kondisi tersebut di atas, yaitu menjadikan tanah sedemikian
rupa sehingga menjadi tanah kosong akan sangat bertolak belakang
dengan maksud ketentuan Pasal 6 (fungsi sosial hak atas tanah) dan
Pasal 15 (kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah untuk memelihara tanah
termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya,
dengan memperhatikan pihak yang ekonmis lemah) UU Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Keberadaan tanah kosong tersebut, sejak terjadinya krisis moneter
tahun 1997 telah menimbulkan gejala terjadinya pendudukan
(okupasi) atau penguasaan ilegal oleh bukan pemegang/pemiliknya
atau ”masyarakat yang kurang beruntung” untuk ditanami dengan
tanaman pangan yang semakin merebak baik itu di atas tanah-tanah
yang dikuasai oleh Instansi Pemerintah maupun badan hukum,
misalnya lapangan golf, peternakan (Tapos), komplek Pengembangan
Kota Mandiri (pengembang perumahan). Kondisi tersebut di atas
dapat dipahami, akan tetapi tidak dapat dibenarkan menurut kacamata
hukum. 59
Oleh karena itu, di dalam PP Nomor 38 Tahun 2007, Pemanfaatan
dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong termasuk ke dalam salah satu
Kewenangan Wajib di bidang pertanahan yang harus dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka desentralisasi. Hal
tersebut, tentunya didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah-tanah
kosong keberadaanya ada dan masuk dalam wilayah hukum Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan permasalahannya dirasakan secara langsung oleh
warga masyarakat yang bersangkutan.
Menurut PP Nomor 38 Tahun 2007 tersebut, kewenangan
Pemda Kabupaten/Kota di dalam Penyelenggaraan Pemanfaatan dan
59 Maria S.W. Sumardjono, (2001), Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan
Implementasi, Jakarta, Penerbit Kompas: 188.
99