Page 120 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 120
Sebelum terbitnya UU No. 32/2004 yang memberikan berbagai
kewenangan pada daerah termasuk kewenangan pelayanan pertanahan,
pada era UU No. 22/1999 telah diterbitkan Keputusan Presiden Nomor
34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan.
Keppres 34/2003 Pasal 2 menyebutkan bahwa:
1. Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
2. Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. pemberian ijin lokasi;
b. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum;
c. penyelesaian sengketa tanah garapan;
d. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah
untuk pembangunan;
e. penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti
kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;
f. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
g. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
h. pemberian ijin membuka tanah;
i. perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.
Sejalan dengan peraturan perundang-undangan tersebut,
munculnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota sebagai tindak lanjut dari UU No. 32/2004 semakin memperjelas
berbagai kewenangan pertanahan bagi daerah otonom. Kesembilan
kewenangan di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Keppres 34/2003, berubah
menjadi 8 kewenangan yang bersifat desentralisasi dan 1 kewenangan
yang bersifat tgas pembantuan (medebewind) berdasarkan PP 38/2007.
Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dalam
hal ini berupa Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah (DPPD)
Pemerintah Kabupaten Sleman berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat
105