Page 54 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 54

unik dan eksistensi serta identitas mereka yang berkelanjutan secara
            turun  temurun,  yang  menghubungkan  mereka  dengan  komunitas,
            suku atau bangsa dari sejarah masa lampaunya.
                Secara politik mereka tidak memiliki posisi tawar menawar yang
            kuat. Secara ekonomi mereka tidak terjamin kerberlanjutan hidupnya.
            Kohesitas dan perasaan anggotanya sebagai satu masyarakat yang
            berasal dari akar yang sama telah terkikis oleh pelbagai tawaran yang
            bersifat memecah belah. Sedangkan integritas dan indentitas mereka
            sebagai manusia dan sebagai warga komunitas tengah terancam oleh
            modernisasi, mereka tidak siap untuk menjadi masyarakat lain yang
            menamakan dirinya sebagai modern, sementara di sisi lain nilai-nilai
            dan sisten hidup tradisional mereka terancam sirna.

                J. Sembiring , menyatakan bahwa dengan memimjam pendapat
                            6
            Alvin Toffler dalam bukunya “The Third Wave” terdapat tiga gelombang
            dalam sejarah kehidupan manusia, yaitu Pertama, Pola Hidup Agraris
            (8000 SM-1700). Kedua, Pola Hidup Sosial Industri (1700-1970) dan
            Ketiga, Pola Hidup Sosial Era Informasi [1970- sekarang]. Mengingat
            bahwa sebagian daerah di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, dan Irian/
            Papua) masih terdapat kelompok masyarakat hidup secara nomaden
            dengan pola pertanian (shifting cultivation). Dengan demikian sebagian
            masyarakat Indonesia berada dalam keadaan shock sebab transisi itu
            mendadak dan dalam rentang waktu yang relatif singkat. Kondisi
            tersebut  akan  menimbulkan  perbedaan  persepsi  dalam  memandang
            fungsi tanah dalam pembangunan. Di sisi lain hadirnya otonomi daerah
            dan upaya penguatan masyarakat lokal masih belum membuahkan
            hasil dan masih harus berhadapan dengan kepentingan ekonomi
            global, sehingga politik pertanahan dihadapkan dengan dimensi baru
            yang semakin konpleks.

                Menurut Wignyosoebroto, (dalam) Rachmad Syafa’at, paradigma
            dan kebijakan dasar pembangunan yang dominan saat rezim Orde Baru
            berorientasi pada industrialisasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

            6   J. Sembiring, Pergeseran Politik Pertanahan Di Indonesia (Makalah disampaikan
                pada Forum Diskusi dan Kajian Pertanahan STPN, 30 Maret 2001: 1-2.


                                          39
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59