Page 149 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 149
SeTAM memandang bahwa perayaan ini menggembirakan
tetapi sekaligus menyedihkan. Kenapa mereka gembira? Karena
perjuangan yang telah mereka upayakan, hari ini sebagian bisa
dinikmati. Akan tetapi, sekaligus mereka bersedih karena tanah
yang diperjuangkan yang seharusnya hanya diperuntukkan untuk
2.000-an orang terpaksa harus diterima untuk diberikan kepada
5.141 orang. Mereka tidak menolak tanah tersebut diperuntukkan
kepada orang-orang miskin, tetapi dari 5.141 orang itu banyak di
antaranya adalah perangkat desa dan orang-orang yang selama
ini tidak turut berjuang. Tidak hanya itu, beberapa di antara
mereka adalah para pembeli lahan yang berhasil mendapatkan
tanah dari proses jual beli karena ada calon penerima tanah yang
tidak mampu membayar biaya kompensasi.
Tentang kompensasi ini, salah seorang pengurus SeTAM
tiba-tiba teringat bahwa perjuangannya dirasa telah dibajak
oleh kepala desa. Kepala desa tanpa berdiskusi dengan
mereka memutuskan untuk menerima kompensasi. Padahal,
bagi pengurus SeTAM, apabila masyarakat ngotot tidak mau
membayar kompensasi, mereka yakin tanah tersebut akan tetap
diberikan kepada para petani. Adanya kompensasi dinilai oleh
para pengurus SeTAM sebagai cara dari PT Rumpun Sari Antan
(RSA) untuk mendapatkan keuntungan di tengah ketidakpastian
bahwa hak guna usaha (HGU) mereka tidak akan diperpanjang
lagi. Tanah mereka telah dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria
(TORA) oleh pemerintahan SBY. Dengan kata lain, sebetulnya
pemerintah pada akhirnya akan memberi tanah tersebut tanpa
ada kompensasi apa pun. Bagi para pengurus SeTAM, keberadaan
kompensasi tersebut sebagai bukti tidak adanya pemikiran
terhadap nilai perjuangan dan juga makna reforma agraria. Dalam
penilaian SeTAM, kepala desa hanya menjadikan reforma agraria
132 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono