Page 153 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 153
sekian puluh tahun dia bayarkan. Karena dia menguasai lahan seluas itu,
pajaknya kan jalan. Tetapi hasilnya kan dipakai oleh rakyat. Jadi sawah sih,
gitu lho. Tapi dari RSA ini tidak memungut apa-apa. Lha itung-itung saya
bayarin pajak selama itu.Kalau tidaksalah izin usahanya selama 25 tahun
ganti, 25 tahun ganti.” (Wawancara, 21/11/2018).
Mengenai terjadinya pengambilalihan oleh elite di level
tengah ini, STR (Kades Sidasari) menyampaikan ceritanya bahwa:
“Pada saat itu kan ada surat pelepasan dari Yadip, itu Yayasan Diponegoro
Semarang, Jalan Pramuka kalau ndak salah. Nah sesudah itu, kita rapat-rapat
dengan pertanahan pusat, dan ternyata deal. Terus ada suatu kompensasi,
muncul kompensasi yang per bidang itu khan 35 ubin. Kompensasinya
750 ribu kalau ndak salah per kaveling. Sesudah itu disepakati akan
dilaksanakan selama enam bulan secara nyicil (baca: mengangsur). Lha
ternyata warga masyarakat siap.” (Wawancara, 21/11/2018).
Selanjutnya, pengambilalihan reforma agraria juga terjadi
pada level atas. Menurut Fauzi (2019), meskipun JW melaksanakan
reforma agraria, tetapi sesungguhnya reforma agraria yang
dijalankan mengikuti skema neoliberal. Satu skema yang banyak
dikatakan sebagai skema reforma agraria palsu. Oleh karena
reforma agraria telah diambil alih oleh kepentingan pemerintah
maka hal ini berimplikasi buruk bagi petani.
Implikasi pada Petani
Reforma agraria yang dijalankan di era SBY ini mengandung
berbagai masalah yang berimplikasi buruk bagi implementasi
reforma agraria. Pertama, tidak terjadi perubahan dalam
mengatasi ketimpangan agraria. Program reforma agraria di
Cipari yang pada awalnya untuk mengatasi ketimpangan agraria,
pada level implementasi tujuan tersebut tidak terjadi. Para petani
tetap saja berposisi sebagai petani gurem. Kepemilikan lahan
mereka tetap berada pada angka di bawah 0,25 hektare. Bahkan,
136 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono