Page 156 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 156
Ketiga, terjadi reakumulasi tanah sebagai dampak dari
kompensasi. Akibat dari kompensasi kepada PT RSA membuat
banyak calon penerima pembagian tanah yang tidak mampu
membayar sesuai tenggat waktu dan terpaksa menjual lahannya
kepada para pembeli lahan. Para pembeli lahan inilah yang
kemudian mendapatkan tanah dalam jumlah yang relatif besar.
Ada pembeli lahan yang sampai mempunyai lahan seluas 3
hektare dari membeli lahan milik petani penggarap yang tidak
mampu membayar kompensasi. Kondisi tersebut sebetulnya juga
sudah diprediksi oleh SG (SeTAM).
“Pada waktu itu, saya sampai ditawari diminta sama Pak Joyo Winoto,
‘Mbah, ngalah saja. Nanti sertifikatnya saya usahakan gratis, biar
masyarakat memberikan kompensasi, ngalah, tapi nanti untuk sertifikatnya
saya usahakan didanai dari APBN, jadi gratis’. Saya sampai jengkel sih
engga, saya tetap sampaikan pada Pak Joyo Winoto, ‘GiniPak, apa artinya
saya berjuang kalau nanti yang menikmati adalah orang-orang yang punya
duit?” (Wawancara, 25/12/2018).
Imbas dari kompensasi tidak hanya terjadi kepada petani.
Pemerintah desa juga mengalami kerugian. STR (Kades Sidasari)
menuturkan:
“Saya ingat (uang tanggungan sementara untuk kompensasi, pen.)
mau diganti, dipotonglah, tapi ternyata tidak. Ya sudah biarlah. Sampai
sekarang belum balik. Yang seharusnya pada saat itu juga ada bahasa ‘Ya
nanti kepala desa dapat 2 hektaran di Cibogo sana, ya kita santai-santai
aja. Lha ternyata tidak, tapi ya sudah.” (Wawancara, 21/11/2018).
Hal senada diutarakan SLT (Kades Caruy). Untuk membayar
uang muka kompensasi yang jumlahnya 100 juta, ia terpaksa
utang.
“Waktu yang DP 100 juta itu harus dibayar. Stres saya. Nyariduit 100juta
itu susah. Wong uang untuk nyalon (kades, pen.) saja belum kebayar
Implementasi Reforma Agraria 139