Page 154 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 154
terdapat petani yang justru mengalami penurunan lahan garapan,
seperti yang terjadi pada KRD (petani pengarap). Dahulunya,
2
petani menggarap lahan di perkebunan sebanyak 2.100 m , tetapi
2
setelah adanya redistribusi, hanya mendapat 500 m . Hal senada
dikatakan oleh SLH (SeTAM):
“Luasan 500m per satu keluarga kalo menurut kami itu sangat tidak layak,
2
artinya untuk memenuhi kebutuhan misalkan makan untuk setiap musim
panen untuk biaya sekolah anak, biaya kesehatan keluarga, itu kan sangat
tidak mencukupi.” (Wawancara, 21/11/2018).
Soal pembagian tanah yang tidak sesuai dengan kondisi ideal
yang diharapkan, petani juga sudah diingatkan oleh SG (SeTAM).
Ia mengatakan:
“Apa apaan ini, hasil pembaginya saja belum jelas, kok sudah dikavling
500 meter sekian, dasarnya ini dari apa? ‘Katanya dari masukan ini sekian-
sekian ‘Lho ya gak bisa kaya gitu pak, ini jadinya malah awut-awutan (baca:
rumit, tidak jelas) kalau kaya gini’ ya apa yang pada waktu itu yang saya
sampaikan pada njenengan (baca: kamu) termasuk ke Pak Joyo nanti akan
ada land market di sana. Saya sudah menyampaikan seperti itu, benarlah
kaya gitu. Mengapa sebelumnya itu juga sudah orang tidak percaya kaya
gitu. Lha orang percaya bagaimana, tidak punya sejarah asal muasal tahu-
tahu dapat tanahnya.” (Wawancara, 21/11/2018).
Terkait dengan pembagian lahan yang tidak sesuai karena
adanya penambahan jumlah penerima yang berimplikasi pada
jumlah lahan yang diterima menjadi berkurang, SJT, seorang
pegiat agraria yang juga turut memperjuangkan tanah tersebut,
menuturkan:
“Harusnya digarap sendiri, dikelola sendiri. Kalau menurut saya seperti
itu. Berarti mereka memang benar-benar orang butuh, kan begitu. Kalau
mereka malah dijual kan berarti mereka bukan orang yang butuh. Kan
judulnya mereka butuh lahan pertanian baru kan, kenapa dijual? Kalo
dijual apakah mereka butuh? Kan enggak.” (Wawancara, 21/11/2018).
Implementasi Reforma Agraria 137