Page 157 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 157
hehehe. Nah terus pada akhirnya, ada orang sebelumnya jadi pendukung
saya dipilkades, kasihan melihat saya. Intinya ada iktikad baik untuk
memperjuangkan tanah ini. Dia bilang, ‘KiyeMas, silakan gunakan untuk
DP,,,, cuma saya minta jaminan 7,5 bau untuk jaminan’. Terus saya bayarlah
ke sana (RSA, pen.)” (Wawancara, 25/12/2018).
Bahkan kerugian juga terjadi pada pembeli lahan, seperti
BGN (pembeli lahan) yang saat diwawancarai marah-marah
karena upayanya untuk membantu pelunasan kompensasi dan
nantinya akan dijanjikan mendapatkan kaveling sampai sekarang
pun tidak dapat apa-apa, baik sertifikat maupun tanah yang
digarap. Mengenai kerugian yang dialami BGN, dibenarkan oleh
HJ, petani yang sekaligus berperan sebagai perantara jual beli. Ia
mengatakan bahwa BGN yang membeli 30 sertifikatnya, ternyata
tanahnya juga tidak bisa dikerjakan. Dalam hal ini, kesalahan ia
timpakan kepada perangkat yang dianggapnya menyalahgunakan
kewenangan yang dimiliki.
Keempat, tanah yang telah didapatkan selanjutnya diper-
jualbelikan. Alasan tanahnya diperjualbelikan karena adanya
kebutuhan masyarakat untuk membiayai pendidikan anak, letak
tanah yang jauh sehingga tidak efisien untuk dikerjakan, maupun
karena tanahnya kecil sehingga hasil panen yang didapatkan juga
tidak signifikan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani. Hal
ini dikatakan TG (petani penggarap) seperti yang disampaikan di
bawah ini:
“Ya karena tanah itu digarap pun nggak mencukupi buat hidup, tempatnya
jauh. Perjalanan itu bisa sampai 1 jam, kalau naik motor setengah jam.
Coba bayangkan.... kesel-kesel cuma dapat berapa kandi (baca: karung).
Tapi ya sayangnya itu lho yang saya sesalkan itu kok hanya mendapatkan
35 ubin. Khan untuk apa. Kita ber-ngoyo-ngoyo (baca: bersusah-susah)
untuk kehidupan tapi 35 ubin itulah dapat berapa kuintal, paling-paling 2
140 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono