Page 159 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 159
sedoyo tiyang Mekarsari. Amburadullah. Mas BGN juga nyekel kados
niku. Sertifikat niku sing kulo nandatangani kalih sinten mawon, mboten
ngertia disade kalih Pak Haji BLS, jumlahe 64 apa 62 kaveling. Nah,
terkecuali nek sing tumbase teng Pak WSR langsung kados niku kan Pak
LKN tumbas teng Pak WSR langsung, niku nggih matrap nganu sertifikate.
Tapi nggih sik kurang niku tapi mboten katah kurange.” (Sertifikatnya
saya memegang kalau tidak salah sepuluh. Tapi yang tidak pas, lokasinya
di sini tapi disertifikat tertera di pojok, seperti itu hehehe. Namanya
yang semua orang Mekarsari. Mas BGN juga memegang sepuluh. Jadi
sertifikat yang saya tanda tangani dulu. Tidak tahunya sudah dibeli pak
Haji BLS. Jumlahnya 64 atau 62 kaveling. Nah, kecuali kalau belinya di Pak
WSRlangsung, itu pas antara letak tanah dan sertifikatnya. Tapi ya yang
kurang itu masih banyak sekali. (Wawancara, 05/12/2018)
Keenam, imbas dari ketidakjelasan antara pemilik sertifikat
dan lahan garapan membuat pemerintah desa kesulitan untuk
memungut pajak. Situasi ini berakibat setiap tahunnya pihak
pemerintah desa harus menanggung utang dari pajak yang
harusnya dibayar oleh pemilik lahan. Hal tersebut dituturkan oleh
SUT (petani penggarap) yang mengetahui posisi pemerintahan
desa:
“Sampai sekarang, Pemerintah Desa Mekarsari setiap tahunnya itu
nombokin (baca: menanggung) pajak tanah sampai 16 juta per tahun
karena tidak jelas siapa pemegang sertifikat dan siapa penguasa lahan yang
sah. 16 juta tiap tahun apanggakklenger, pajak itu kan harus dibayar. Itu
kan misal ini tanah, sertifikatnya melalui berapa kali oranglah, limpahan-
limpahan, jadi khannggak jelas. Ketika dia mau nagih ini pemiliknya
siapa, itu mungkin sebenarnya ada yang punya tapi nggak mau bayar
pajak karena tidak terdeteksi siapa yang punya, ‘ya saya nggak mau bayar
wong cuma menerima sertifikat tok, nggak garap sawahnya, ujarnya.”
(Wawancara, 21/11/2018).
Ketujuh, secara politik, kasus jual beli lahan ini sangat
berpengaruh pada upaya SeTAM untuk memperjuangkan kasus
tanah lainnya. Kasus tanah yang dihadapi SeTAM tidak hanya
142 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono