Page 164 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 164
penggarap) bahkan mempunyai kekhawatiran yang sangat besar
terhadap adanya land market di Cipari.
“Ini yang maksud saya land market di sini, sehingga tanah itu peruntukannya
bukan untuk petani tapi untuk orang kaya. Ini perjuangan saya sia-sia.
Karena orang kaya nggak mau berjuang tinggal beli saja. Lha itu orang-
orang yang nggak jelas bagi saya. Saya saksi dari awal sampai akhir melihat
kondisi sekarang nelangsa (baca: susah),Mas. Sakit hati saya, jadi tujuan
saya tidak berhasil. Yang menguasai sekarang itu orang-orang kaya. Dia
hanya beli dia hanya mengandalkan duit untuk membeli tanah itu. Saya
takutnya ketika tanah itu dijual pada orang kaya dijual lagi kembali lagi
ke RSA karena di dalam di bawah sawah itu dulu disurvei ada kandungan
minyak mentahnya.” (Wawancara, 21/11/2018).
Interpretasi Temuan Lapangan
Penelitian ini menemukan terjadinya pengambilalihan oleh
pemerintah dalam perumusan kebijakan dan implementasi
reforma agraria. Pengambilalihan tersebut terjadi di level
bawah, tengah dan atas. Berbeda dengan temuan penelitian
yang dilakukan Saleh (2020) yang menyatakan bahwa penyebab
kegagalan reforma agraria karena peran besar Birokrasi Level
Bawah (BLB) yang mempunyai diskresi, temuan lapangan ini
menunjukkan bahwa reforma agraria yang berimplikasi buruk
pada masyarakat disebabkan oleh aktor pemerintah pada semua
level dan hal itu lebih disebabkan karena di level atas meletakkan
reforma agraria sebagai program yang dipandang untuk
kepentingan populistis semata.
Bila menggunakan berbagai macam prinsip dalam new
public service (Denhardt and Denhardt: 2003, Alamsyah: 2016),
penelitian ini memastikan bahwa fungsi aktor pemerintah justru
tidak meletakkan warga negara dalam posisi yang sangat penting
dalam pemerintahan demokratis termasuk didalamnya dalam
Implementasi Reforma Agraria 147