Page 163 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 163
serta pengaruhnya terhadap perjuangan hak atas tanah di daerah
lain.
Kontestasi antar aktor perlu dipahami sebagai pertarungan
kekuasaan di dalamnya. Temuan penelitian ini memperlihatkan
kontestasi yang ada berakibat buruk pada semua aktor.
Untuk itulah, ke depan diperlukan berbagai pendekatan yang
memungkinkan kontestasi yang ada memberi manfaat positif.
SG (SeTAM) misalnya mengusulkan,
“Kalau saja dari awal yang dapat tanah hanya 1.700-an orang yang
berangkat dari para ahli waris yang punya orang tuanya plus dengan yang
turut mengawali perjuangan. Tidak seperti model yang dilakukan kepala
desa yang menganggapnya seperti raskin yang dibagi rata ditambah
dengan orang yang edeg (baca: dekat) dengan perangkat dan dari situlah
terjadinya banyak kecurangan maka kejadiannya tidak akan seperti
sekarang. Itu jadi catatan, usulan ke depan ini memang harus berangkat
dari bawah, kalau dari atas akan terjadi seperti ini. Mudah-mudahan ke
depan tidak terjadi seperti yang ada di sini.” (Wawancara, 25/12/2018).
Hal yang juga penting harus dilakukan adalah bersama
dengan aktor lainnya, seperti misalnya masyarakat sipil,
melakukan pengawalan terhadap lahirnya kebijakan. SG (SeTAM)
menuturkan,
“Sekarang ini masih banyak yang bolong-bolong yang tetap harus dikawal.
Pokoknya Mas Barid dan teman-temannya itu sangat luar biasa, apalagi
dalam masa-masa transisi kemarin itu mendorong PP agraria harus masuk
dalam program nawacita harus masuk programnya Jokowi. Itu luar biasa.”
(Wawancara, 23/12/2018).
Dalam konteks teknis, TRM (petani penggarap) memaparkan
pentingnya melihat letak kedekatan antara tanah dan penerima
tanahnya. Dengan begitu, tidak menimbulkan biaya yang besar
yang akan mengurangi penghasilan masyarakat. ED (petani
146 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono