Page 152 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 152

Senada dengan KRD, SUT (petani penggarap) dari desa lain
           juga menuturkan hal yang sama:
               “Ya  teman-teman  pegiat  (SeTAM,  pen.)  dulu  ketika  pembentukan  juga
               nggak  dilibatkan.  Tidak  ada  yang  masuk.  Saya  kanngawal  setiap  desa.
               Setiap ngawal ini ada gak orang pergerakan yang dilibatkan, nah ternyata
               gak  ada.  Semua  yang  jadi  ketua  itu  perangkat  desa.”  (Wawancara,
               21/11/2018).

               Termasuk  di  dalamnya  saat  penyerahan  sertifikat  secara
           simbolis oleh SBY. TG (petani penggarap) menceritakan bahwa:
               “Enggak,  malah  ambil  orang  lain.  Malah  ambil  orang  yang  tidak
               berkecimpung  di  pertanahan,  malah  dia  orang  yang  dulu  dia  itu  pro
               ke  perkebunan,  ya  kadus-kadus  itu.  Yang  menerima  simbolis  itu,  yang
               memperjuangkan  malah  di-dupak(baca:  ditendang).”  (Wawancara,
               21/11/2018).

               Pemgambilalihan oleh elite juga terjadi pada level “tengah”.
           Hal ini ditandai dengan persekongkolan antara RSA, tentara, BPN,
           dan  pemerintahan  desa  dalam  memutuskan  kompensasi.  WHY
           (Kades  Mekarsari)  menceritakan  tentang  bagaimana  proses
           diskusi berlangsung.
               RSA: “Gini Pak Lurah, ini tanah sudah dikuasai oleh rakyat e njenengan
               beberapa puluh tahun, pernah kami minta sesuatu? Ya ndak. Ini bisa kami
               berikan, tapi ada kompensasi. Lah kompensasinya? Ya ganti rugilah.”
               WHY: “Waduh, kalau ganti rugi ya berat, wong daerah sekitar itu daerah
               wong miskin, Pak. (terus saya penasaran). Emang kalau ganti rugi berapa
               sih?”
               RSA: “Saya minta per meter 5 ribu. Kalau rakyatmu mau bayar 5 ribu per
               meter, saya siap melepas.”
               Sehingga saya mikir, pulang lagi kan, kalau ndak salah mungkin 10 kali lebih
               ke Semarang buatrembak-rembuk, akhirnya kami di angka 1.500 mentok.
               Kompensasi  itu  alasan  beliau  mengganti  uang-uang  pajak  yang  sudah




                                                 Implementasi Reforma Agraria  135
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157