Page 80 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 80

sing bayi lebih perlu makanan sehat! Sini, mana duitnya!”                      K  Wira        muka    Wir    benar-
             pria itu menerobos masuk ke rumah Gendhis. Sayup-                              benar tak bisa diandalkan.
             sayup, kami mendengar suara Simbah yang menangis
                                                                                                Aku menjawab pertanyaan Gendhis dengan sangat
             dan bentakan bapak Gendhis.
                                                                                            hati-hati, “Kami peduli karena kamu teman kami.”
                 Gendhis terdiam, hanya air matanya yang terus
                                                                                                “Tapi kamu kan baru jadi temanku? Mengapa kamu
             meleleh.
                                                                                            peduli?” Gendhis tak percaya.
                 Aku dan Wira juga tak berkutik. Kami seperti patung
                                                                                                “Mungkin … karena … Faben naksir kamu!” tiba-tiba
             boneka salju yang hanya bisa menatap kejadian di                               Wira menyahut dengan wajah tengilnya.
             hadapan kami.
                                                                                                Astaga,  Wira!  Rasanya  ingin  kukucir  saja  mulutnya
                 Bapak Gendhis lalu keluar dengan tertawa-tawa
                                                                                            biar tidak bicara yang bukan-bukan.
             dan ada beberapa lembar uang merah di tangannya.
             Dia meninggalkan Gendhis dan Ndaru begitu saja, tanpa                              Gendhis tertawa, air matanya kalah oleh tawanya.
             kata-kata.                                                                     “Jangan naksir aku, percuma.” katanya.

                 Sepeninggal bapaknya, Gendhis duduk diam. Dia                                  “Kenapa?” tanyaku heran.
             bahkan tak mempersilakan kami masuk.                                               “Karena AKU TIDAK NAKSIR KAMU!” Gendhis
                 Aku  dan  Wira  jadi  salah  tingkah.  Sesekali,  Gendhis                  membelalak. “JUGA TIDAK NAKSIR KAMU!” kali ini dia

             melirik kami. Tatapannya seperti orang yang marah sekali.                      bicar    Wira.
             Padahal kami kan tidak salah apa-apa? Apa mungkin                                  Sontak, kami tertawa bersama. Syukurlah, Gendhis
             Gendhis malu pada kami? Atau, Gendhis menganggap                               tak sedih lagi.
             kami juga jahat seperti bapaknya?
                 “Mau apa kalian ke sini?” akhirnya Gendhis buka
             suara.
                 Aku dan Wira lalu menjelaskan kekhawatiran kami.

                 Perlahan, Gendhis menarik ujung bibirnya. “Kalian
             baik sekali. Bapakku sendiri tak peduli padaku, mengapa
             kalian peduli?” air matanya pun kembali tumpah.

                 Aduh, bagaimana ini? Aku belum pernah berhadapan
             dengan cewek yang menangis. Aku harus berbuat apa?



              72      Misteri Drumben Tengah Malam                                                             Bab 9 Ada Apa dengan Gendhis?  73
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85